Oleh: Mohammad Ali Fatha Seknun* K atanya Indonesia punya wilayah laut yang luas, penduduk mayoritas nelayan dan uniknya ada instan...


Oleh: Mohammad Ali Fatha Seknun*

Katanya Indonesia punya wilayah laut yang luas, penduduk mayoritas nelayan dan uniknya ada instansi yang bertanggung jawab mengelola perikanan Indonesia. Tapi hingga kini, jika berpikir tentang nelayan yang tergambar hanyalah kemiskinan. Indonesia yang memiliki beribu jenis ikan. Anehnya, menurut data pusat kajian kelautan dan peradaban maritime (PK2PM) sampai tahun 2011 lalu ada beberapa spesies ikan seperti sardine, mackerel, dan lain-lain menduduki posisi impor tertinggi. Tidak hanya sumber daya yang dikandung oleh laut, bahkan lautnyapun tidak dapat diolah dengan optimal. Konon katanya garam yang dikonsumsi masyarakat Indonesia tidak seutuhnya produk Indonesia.
Menurut sumber dari Detik Finance September lalu, pada tahun terakhir, Indonesia berhasil mengimpor garam konsumsi hingga 495.000 ton. Belum lama mendengar PLH Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementrian Perdagangan Gunaryo mengungkapkan (14/09/12), “Tahun 2012 dilakukan perhitungan (kebutuhan), garam untuk konsumsi sebesar 1,4 juta ton sedangkan garam industri 1,8 juta ton. Khusus tahun ini kita telah hitung, melalui usulan dari Dirjen Manufaktur Kemenperin, setelah dihitung kita masih butuh 533.000 ton garam konsumsi dan itu dengan impor.” Ah, sumberdaya perikanan yang ada hanyalah pajangan yang indah.
Belum selesai pada tahapan “prestasi” (hal yang di gembar-gemborkan pers), kebijakan perikanan Indonesia layaknya puzzle. Kadang dibongkar dan kadang dipasang. Berganti menteri, berganti kebijakan. Keberhasilan suatu implementasi kebijakan tak dapat dianalisis dengan jelas karena belum selesai dijalankan, muncul kebijakan baru yang menurut pemerintah “baru” lebih baik dan lebih tepat diterapkan. Apa sektor perikanan Indonesia hanya sampai pada taraf percobaan?
Akhirnya penduduk Indonesia kurang merasakan manfaat perikanan dalam hidupnya. Sumber daya perikanan dirasa tidak penting dan tidak dihiraukan keberadaannya. Menurut catatan harian Kompas baru-baru ini (3/9/12), lahan mangrove di Jakarta mengalami penyusutan besar-besaran yakni dari 1134. ha (hectare) pada tahun 1960 dan sekarang hanya tinggal 45 ha yang digunakan untuk lapangan golf, kawasan perumahan dan fasilitas sekunder lainnya. Ditambah lagi dengan pencurian ikan yang semakin meningkat setiap tahunnya. Ada apa dengan perikanan Indonesia, apakah perikanan Indonesia sedang berada di ujung jalan?


* Penulis merupakan anak timur yang besar di pesisir, penggiat Forum Kajian Perikanan UGM