P emerintah akhirnya merevisi aturan main kontroversial tentang usaha perikanan tangkap di wilayah pengelolaan perikanan (WPP) Republik ...

Pemerintah akhirnya merevisi aturan main kontroversial tentang usaha perikanan tangkap di wilayah pengelolaan perikanan (WPP) Republik Indonesia. Tepat 20 September 2013 lalu, terjadi perubahan kembali Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) tentang Perikanan Tangkap. Terakhir Permen KP No.30/2012 direvisi menjadi Permen KP No.36/2013. Apa yang paling disoroti dari perubahan ini?
Kebijakan usaha perikanan tangkap belakangan ini telah mengalami perubahan 6 kali selama 6 tahun dari tahun dari tahun 2006-2012. Perubahan tersebut diantaranya:
  • PERMEN KP No.17/2006 Tentang USAHA PERIKANAN TANGKAP
  • PERMEN KP No.05/2008 Tentang USAHA PERIKANAN TANGKAP
  • PERMEN KP No.12/2009 Tentang PERUBAHAN PERMEN 05/2008
  • PERMEN KP No.14/2011 Tentang USAHA PERIKANAN TANGKAP
  • PERMEN KP No.49/2011 Tentang PERUBAHAN PERMEN 14/2011
  • PERMEN KP No.30/2012 Tentang  USAHA PERIKANAN TANGKAP
Terakhir PERMEN KP No.30/2012 menjadi sorotan publik dikarenakan adanya ijin Kapal Purse Seine diatas 1.000 GT yang beroperasi tunggal di Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia (ZEEI) diluar 100 mil dapat mendaratkan ikan di luar pelabuhan pangkalan baik di dalam negeri maupun di luar negeri yang ditunjuk oleh Dirjen.
Ijin diatas tercantum dalam:
BAB IX TRANSSHIPMENY – Pasal 69 Ayat (3) & (4)
  • (3) Dalam pelaksanaan transshipment, ikan wajib didaratkan di pelabuhan pangkalan sesuai SIPI atau SIKPI dan tidak dibawa keluar negeri, kecuali bagi kapal penangkap ikan yang menggunakan alat penangkapan ikan purse seine berukuran diatas 1000 (seribu) GT yang dioperasikan secara tunggal.
  • (4) Terhadap kapal penangkap ikan dan kapal pengangkut ikan yang melanggar  ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan SIPI dan SIKPI.
BAB XIV KETENTUAN LAIN-LAIN  – Pasal 88
Kapal penangkap ikan berukuran diatas 1.000 (seribu) GT dengan menggunakan alat penangkapan ikan purse seine yang dioperasikan secara tunggal di WPP-NRI dapat mendaratkan ikan di luar pelabuhan pangkalan, baik pelabuhan di dalam negeri maupun pelabuhan di luar negeri yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal, dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. melakukan operasi penangkapan ikan di ZEEI diluar 100 mil;
  2. menempatkan pemantau (observer) di atas kapal; dan
  3. melaporkan rencana dan pelaksanaan pendaratan ikan di pelabuhan di dalam negeri atau di luar negeri kepada Kepala Pelabuhan Pangkalan yang tercantum dalam SIPI.
Catatan kritis mengenai Permen 30/2012 secara umum diantaranya Pertama, dengan alasan mempercepat industrialisasi, KKP membolehkan kapal penangkap ikan berukuran di atas 100 GT, serta kapal pengangkut ikan di atas 500 GT dan 1.000 GT asal luar negeri untuk ikut mengeksploitasi wilayah perikanan Indonesia.
Kedua, lewat Pasal 69 Ayat 3 aturan yang sama, kapal-kapal penangkap ikan berukuran di atas 1.000 GT yang menggunakan alat tangkap pukat cicin (purse seine) tak diwajibkan mendaratkan ikan di pelabuhan domestik. Hal ini berarti pemerintah sengaja membiarkan kapal-kapal besar tersebut langsung melenggang ke luar negeri dengan semua hasil tangkapan ikan pada saat industri pengolahan ikan nasional krisis bahan baku.
Adanya peraturan ini akan melegalkan proses “pencurian” ikan di Indonesia yang bertentangan dengan status hukum usaha perikanan tangkap dalam UU No.45/2009 sebagai berikut :
Pasal 41 Ayat (3) dan (4)
  • Setiap kapal penangkap ikan dan pengangkut ikan harus mendaratkan ikan hasil tangkapan di pelabuhan perikanan yang ditetapkan atau pelabuhan lainnya yang ditunjuk
  • Setiap orang yang memiliki dan/atau mengoperasikan kapal penangkap ikan dan/atau kapal pengangkut ikan yang tidak melakukan bongkar muat ikan hasil tangkapan di pelabuhan perikanan yang ditetapkan atau pelabuhan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dikenakan sanksi adminiatratif berupa peringatan, pembekuan izin, atau pencabutan izin.
Pasal 25B ayat (2) :
  • Pengeluaran hasil produksi usaha perikanan ke luar negeri dilakukan apabila produksi dan pasokan di dalam negeri telah mencukupi kebutuhan konsumsi nasional.
Pasal 25C ayat (1) :
  • Pemerintah membina dan menfasilitasi perkembangan industri perikanan nasional dengan mengutamakan penggunaan bahan baku dan sumber daya manusia dalam negeri.
Perubahan PERMEN KP 30/2012 ke PERMEN KP 26/2013 menghapus pasal 69 dan 88 pada PERMEN sebelumnya.
Atas perubahan ini penulis mengapresiasi dan mengucap terimakasih kepada kawan-kawan dari kalangan mahasiswa, nelayan, dan lembaga swadaya masyarakat yang setia mengawal kebijakan perikanan agar berpihak kepada rakyat.
Namun apakah revisi aturan main ini mampu menjawab persoalan pencurian ikan di Indoenesia?
Perubahan PERMEN KP No. 30/2012 menjadi PERMEN KP No. 26/2013 tidak menutup kemungkinan kapal-kapal Purse Seine ukuran diatas 1000 GT beroperasi dengan menggunakan Bendera Kebangsaan Republik Indonesia. Pasal-pasal yang dicabut hanya pengoperasian terkait dengan derah operasi, transshipment dan pendaratan hasil tangkapan, sedangkan ukuran kapal purse seine tidak dibatasi.
Untuk itu KKP harus segera menetapkan alokasi jumlah kapal yang boleh diizinkan menangkap ikan di WPP-RI (Pasal 15) dengan tetap memperhatikan resolusi Western and Central Pasific Fisheries Commision (WCPFC) dan Indian Ocean Tuna Commision (IOTC) bagi Kapal Purse Seine yang beroperasi di laut lepas. Pengelolaan perikanan saat ini berjalan tanpa perencanaan (RPP) alias tidak amanah (merujuk Pasal 7 Ayat (1) Huruf a UU 31/2004 dan Perubahannya UU 45/2009).
Di negeri bahari ini, jumlah nelayan berkisar 2,7 juta jiwa dengan 90 persen kapal merupakan kapal kecil berkapasitas di bawah 30 GT. Di tengah kontroversi dan penolakan masyarakat atas kebijakan pemerintah yang dinilai melegalisasi pengurasan sumberdaya ikan untuk kepentingan asing, pembuktian keberpihakan pemerintah mendengarkan aspirasi masyarakat menyelamatkan sumberdaya ikan dan memperkuat nelayan dalam negeri sangat dinantikan.
Apakah proyek industrialisasi usaha perikanan untuk kesejahteraan rakyat seperti yang dicanangkan Menteri Kelautan dan Perikanan masih setengah hati?
Pernyataan Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI)
Andhika Rakhmanda
Forum Kajian Perikanan5 Oktober 2013

Hemiscyllum halmahera | Mark Erdmann H arta karun laut dari kawasan Segi Tiga Terumbu Karang kembali diungkap, kali ini di wilayah ...

Hemiscyllum halmahera | Mark Erdmann

Harta karun laut dari kawasan Segi Tiga Terumbu Karang kembali diungkap, kali ini di wilayah Halmahera. Ilmuwan mengonfirmasi keberadaan spesies baru hiu berjalan di wilayah tersebut yang kemudian dinamai Hemiscyllum halmahera.
Kisah penemuan hiu berjalan itu cukup panjang, bermula dari foto yang diambil oleh penyelam asal Inggris, Graham Abbott, di perairan selatan Halmahera pada tahun 2007.
Abbot mengirim foto jepretannya kepada Conservation International (CI) untuk menanyakan apakah foto menunjukkan spesies hiu berjalan sama dengan yang ditemukan di Kaimana dan Cendrawasih, yang baru saja ditemukan saat itu.
Dari foto itu, ilmuwan di CI menyadari adanya perbedaan. Tahun 2008, bekerja sama dengan pemerintah provinsi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Universitas Khairun, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA), dan The Nature Conservancy (TNC), CI melakukan survei potensi konservasi kelautan dan pariwisata bahari di Halmahera, di mana hiu berjalan ini dapat difoto lagi, tetapi spesimennya belum berhasil dikoleksi.
Baru pada tahun 2012, dua spesimen hiu tersebut berhasil dikoleksi. Penelitian berdasarkan spesimen itu akhirnya berhasil mengungkap kebaruan spesies hiu berjalan di Halmahera itu. Secara resmi, hiu berjalan Halmahera diumumkan sebagai spesies baru lewat publikasi di Journal of Ichtyology yang terbit pada Juli 2013.
“Perbedaan signifikan spesies hiu berjalan ini adalah pada pola warnanya, utamanya adanya sepasang bintik di bagian bawah kepalanya, sementara bintik-bintik yang ada di bawah kepala lainnya membentuk pola menyerupai huruf U,” kata Mark Erdmann dari CI, yang juga terlibat dalam identifikasi.
Pakar hiu dari LIPI, Fahmi, yang sedang melakukan penelitian tentang genus Hemiscyllium,mengungkapkan bahwa penemuan ini semakin menggarisbawahi keragaman hiu di perairan Indonesia timur.
“Ini merupakan spesies hiu berjalan ketiga yang dideskripsikan dari Indonesia timur dalam enam tahun terakhir, yang menunjukkan keanekaragaman elasmobrach di Indonesia,” kata Fahmi.
Fahmi mengungkapkan, hiu berjalan merupakan spesies yang hidup di perairan laut dangkal. Dikatakan berjalan karena gerakannya yang mirip dengan gerakan berjalan fauna darat. Kenyataannya, hiu berjalan meliuk dengan menggunakan siripnya. Hiu ini bisa berenang, tetapi hanya mempergunakan kemampuan berenangnya untuk melarikan diri dari predator.
Menurut Fahmi, hiu berjalan memiliki perbedaan dengan hiu yang pada umumnya dikenal manusia. Hiu berjalan jinak. Cara pernapasannya pun berbeda. Golongan hiu ini hanya memakan udang, kepiting, dan hewan-hewan kecil lainnya. Hiu berjalan punya gigi yang membantunya menggerus makanan yang bercangkang.
Hingga kini, baru ada sembilan spesies hiu berjalan yang ditemukan. Enam dari sembilan spesies tersebut ditemukan di wilayah Indonesia, sementara tiga lainnya tersebar terbatas di wilayah Papua Niugini dan utara Australia.
Hiu berjalan yang pertama ditemukan adalah H ocellatum di Australia. Selanjutnya, hiu berjalan ditemukan di Raja Ampat pada tahun 1824 (H freycineti), Australia pada 1843 (H trispeculare), dan Papua Niugini pada 1967 (H hallstromi dan H strahani).
Dalam satu dekade terakhir sebelum temuan kali ini, ditemukan tiga spesies hiu berjalan baru, di Kaimana (H henryi) dan Cendrawasih (H galei) tahun 2008 dan Papua Niugini (H michaeli) tahun 2010.
Fahmi menguraikan, hiu berjalan yang berhabitat di laut dangkal merupakan hiu yang lebih modern dari hiu perenang dan buas yang hidup di laut dalam. “Semakin ke darat maka semakin modern. Jadi, hiu berjalan ini lebih modern dari hiu umumnya,” kata Fahmi.
Hiu berjalan merupakan jenis hiu yang relatif baru dikenal. Istilah hiu berjalan sendiri tergolong baru. Dahulu, ilmuwan biasa menyebutnya hiu tokek.
“Karena baru, masih banyak yang belum kita ketahui tentang hiu ini,” ungkap Fahmi.
Saat ini, Fahmi dan timnya akan berupaya untuk mengungkap genetikanya, hubungan kekerabatan antar-jenis hiu berjalan, serta proses evolusi yang menciptakannya.
Penyebaran hiu genus Hemiscyllum. H. freycineti (lingkaran kuning), H. galei (tanda bintang putih), H. henryi (tanda bintang kuning), H. hallstromi (kotak putih), H. halmahera (lingkaran hijau), H. strahani (kotak merah), and H. michaeli (lingkaran merah).

Petunjuk sejarah geologi Halmahera
Erdmann mengatakan, temuan H Halmahera menarik karena mampu menunjukkan kemiripan distribusi hiu berjalan dengan burung cenderawasih dan sejarah geologi Halmahera.
“Penemuan spesies ini menarik karena genus Hemiscyllium sebelumnya hanya ditemukan di Papua dan wilayah utara Australia. Kini, seperti burung cenderawasih, ditemukan pula spesies yang berasal dari Halmahera. Ini menunjukkan betapa dekat hubungan Papua dengan Halmahera.”
Hiu berjalan adalah fauna yang memiliki kemampuan gerak yang sangat terbatas. Bahkan, dalam publikasi penemuan ini di Journal of Ichtyology, Juli 2013, Erdmann mengungkapkan bahwa hiu berjalan ini mungkin tidak sanggup mengatasi banyak hambatan di lautan.
Dengan keterbatasan tersebut, pertanyaan tentang keberadaan hiu berjalan di Halmahera muncul. Bagaimana bisa spesies yang semula tersebar hanya di Papua dan Australia bagian utara itu bisa terdapat juga di Halmahera yang berjarak 300 kilometer ke barat?
Publikasi menyebutkan bahwa sangat mungkin spesies H halmahera yang ada kini merupakan keturunan dari moyangnya yang hidup di salah satu fragmen wilayah Halmahera yang dulu masih berdekatan dengan Papua.
Salah satu teori mengungkapkan, ada fragmen wilayah Halmahera dahulu berdekatan dengan Papua. Namun, pada masa Miocene dan Pleistocene, fragmen itu bergerak menjauh ke barat, mencapai wilayahnya kini pada beberapa juta tahun lalu.
Akibat proses tersebut, moyang H halmahera seperti terseret ke wilayahnya sekarang, sedemikian sehingga jenis itu terus berkembang dan bisa eksis di perairan Halmahera hingga saat ini.
Pakar tektonik dari Institut Teknologi Bandung, Irwan Meilano, mengungkapkan bahwa skenario geologi yang kemudian memengaruhi biodiversitas Halmahera itu “sangat mungkin.”
Menurutnya, Halmahera setidaknya dipengaruhi oleh lempeng Filipina dan subduksi ganda yang berada di tengah wilayahnya. Subduksi ganda adalah pertemuan antar dua lempeng yang saling mendorong satu sama lain. Subduksi ganda seperti di Halmahera hanya sedikit di dunia.
Pergerakan fragmen wilayah Halmahera di menjauhi Papua sendiri, kata Irwan, diduga kuat karena aktivitas lempeng Filipina. Kepastian waktu pergerakan itu belum diketahui.
“Kalau saat ini, Halmahera sedang bergerak ke barat,” kata Irwan. Secara teoretis, pergerakan itu sangat mungkin memengaruhi keragaman fauna di Halmahera pada masa mendatang.
Rentan dan perlu perlindungan
Selain memiliki gerak yang terbatas, penyebaran spesies baru hiu berjalan ini pun sangat terbatas. H halmahera sendiri hanya bisa ditemui di Halmahera dan Pantai Weda, wilayah selatan Halmahera.
“Karena H halmahera memiliki distribusi yang sangat terbatas maka sudah secara otomatis spesies itu dikategorikan rentan terhadap kepunahan,” kata Erdmann lewat surat elektronik kepada Kompas.com beberapa waktu lalu.
“Total populasinya sangat sulit untuk dikatakan, tetapi saya memperkirakan dengan terbatasnya wilayah distribusi, jumlahnya tidak lebih dari 10.000 individu,” papar Erdmann.
Memang, saat ini hiu berjalan tidak banyak mendapatkan ancaman seperti hiu lain yang diburu untuk siripnya. Namun, dengan kekhasan dan endemisitasnya, hiu ini layak mendapatkan perlindungan khusus.
Perlindungan spesies hiu berjalan tidak hanya memberikan manfaat bagi eksistensi spesies itu sendiri. Bak harta karun yang bila ditemukan akan memperkaya pemiliknya, demikian pula halnya dengan hiu berjalan di Halmahera ini.
Perilaku hiu berjalan meliuk dengan siripnya selama ini banyak menarik perhatian penyelam. Bila dipelihara kelestariannya, Pemerintah Provinsi Maluku bisa memanfaatkan spesies H halmahera sebagai aset pariwisata bawah laut. Paket wisata seperti walking shark sightingbisa dijual.
Agus Dermawan, Direktur Direktorat Direktorat Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan, Ditjen KP3K, Kementerian Kelautan dan Perikanan, mengatakan, selama ini terbukti bahwa harta karun laut seperti hiu dan manta memiliki nilai ekonomi besar bila dipelihara kelestariannya.
Hiu yang dibiarkan hidup menjadi obyek wisata bahari memberi sumbangan devisa Rp 300 juta hingga Rp 1,8 miliar per tahun. Sementara bila dibunuh untuk mendapatkan siripnya, nilainya hanya Rp 1,3 juta per ekor.
Sementara, ungkap Agus, bila dibiarkan hidup, manta dapat memiliki nilai hingga 1,9 juta dollar AS untuk perekonomian kita sepanjang hidupnya, dibandingkan dengan nilai jual dari daging dan insangnya yang hanya bernilai 40–200 dollar AS.
Agus mengungkapkan, banyak spesies hiu, manta, serta jenis ikan lain di perairan Indonesia timur terancam oleh praktik perikanan yang tak ramah lingkungan, seperti pengeboman ikan dan penangkapan sirip hiu untuk mendapatkan siripnya.
Direktur CI, Ketut Sarjana Putra, mengatakan, “Hiu berjalan baru dari Halmahera dapat menjadi duta sempurna untuk menarik perhatian publik pada kenyataan bahwa kebanyakan hiu tidak berbahaya bagi manusia dan layak mendapat perhatian konservasi pada saat populasi hiu-hiu ini sangat terancam oleh penangkapan berlebih.”
Kawasan Maluku dan Papua adalah surga biodiversitas. Namun, biodiversitas itu kini menghadapi ancaman, tidak hanya oleh aktivitas di laut, tetapi juga di daratan, seperti sampah plastik dan program reklamasi pantai.
Hiu halmahera, si harta laut yang langka, bisa menyejahterakan atau hilang sia-sia. Semua tergantung bagaimana kita memperlakukannya. Satu hal yang perlu diingat pula, belum semua harta karun laut timur Indonesia yang terungkap. Bila hiu Halmahera ini sampai hilang, maka boleh jadi Indonesia juga kehilangan harta lainnya yang belum diketahui.




Sumber: Kompas

Tibyani (30), pengepul rumput laut, mengeringkan rumput laut tidak jauh dari Tempat Pelelangan Ikan Desa Lontar, Kecamatan Tirtayasa, K...

Tibyani (30), pengepul rumput laut, mengeringkan rumput laut tidak jauh dari Tempat Pelelangan Ikan Desa Lontar, Kecamatan Tirtayasa, Kabupaten Serang, Banten, Jumat (18/1/2013). Gelombang tinggi menyebabkan petani rumput laut merugi Rp 3 juta - Rp 4 juta per petak, karena banyak rumput laut yang rontok dan patok serta tambang rusak kaibat diterjang gelombang. | KOMPAS

Uni Eropa membuka peluang untuk memperluas impor rumput laut dari Indonesia. Sebanyak 16 importir berkunjung ke delapan pabrik pengolahan rumput di Indonesia. Ada potensi besar nilai tambah pada komoditas ini.
Pemerintah Swiss melalui Program Promosi Impor Swiss (SIPPO) mendatangkan 16 importir dari Uni Eropa untuk mengunjungi produsen dan pabrik pengolahan rumput laut di Indonesia pada 27-30 Agustus 2013. Para calon pembeli asal Eropa itu akan mendatangi delapan pabrik penghasil karaginan guna menjajaki peluang bisnis dengan Indonesia.  
Head of Import Promotion Switzerland Global Enterprise Pirmin Aregger, di Jakarta, Selasa (27/8/2013), mengemukakan Uni Eropa berpotensi memperbanyak impor rumput laut olahan asal Indonesia. Syaratnya, produk rumput laut olahan memenuhi standar kualitas dan harga yang efisien. 
Rumput laut antara lain diolah untuk produk pangan, kosmetik, farmasi, dan industri pesawat terbang. Total produk turunan yang dapat dibuat dari rumput laut mencapai 500-an jenis. Beberapa industri rumput laut besar ada di Perancis dan Jerman. 
Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan KKP Saut Hutagalung, mengemukakan, kementeriannya akan mendorong produk olahan rumput laut jenis cotonii menjadi karaginan dan Gracillaria sp. menjadi agar-agar agar bernilai tambah. Karaginan adalah senyawa hidrokoloid yang diekstraksi dari rumput laut merah jenis Eucheuma cottonii.
Saat ini, sekitar 80 persen rumput laut Indonesia diekspor dalam bentuk kering. Sebagai ilustrasi, harga rumput laut kering di pasar internasional hanya 2 dollar AS per kilogram. Sementara rumput laut olahan dihargai 20 dollar AS per kilogram. 
Pada 2012, nilai ekspor rumput laut Indonesia mencapai 178 juta dollar AS dengan volume 174.000 ton rumput laut kering. Negara tujuan ekspor utama adalah China dan Filipina.
Sumber: Kompas

S ejauh ini kita mengenal biofuel sebagai salah satu alternatif sumber energi terbarukan yang sangat potensial. Namun ada permasalahan ...


Sejauh ini kita mengenal biofuel sebagai salah satu alternatif sumber energi terbarukan yang sangat potensial. Namun ada permasalahan besar dibalik pengembangannya. Produksi biofuel berpotensi menganggu pemenuhan kebutuhan pangan manusia.
Ketika nyaris 1 milyar penduduk bumi mengalami kelaparan, membuat bahan bakar dari tanaman pangan menjadi tidak manusiawi. Dunia masih membutuhkan jagung dan kedelai sebagai bahan makanan. Begitupun dengan sawit dan jarak, yang berebut prioritas penggunaan lahan dengan tanaman pangan.
Tidak salah jika para ilmuwan melirik alga sebagai biofuel alternatif. Biofuel dari alga atau kita sebut saja algafuel dianggap lebih hijau dan tidak menganggu produksi pangan dunia. Karena budidaya alga tidak harus di lahan pertanian subur. Bisa di gurun atau di wilayah perairan yang kondisinya buruk sekalipun.
Menariknya produktivitas alga jauh melampaui sumber-sumber biofuel lain. Sebagai perbandingan, untuk budidaya di atas lahan satu hektar selama satu tahun, jagung menghasilkan 172 liter biodisel, sawit menghasilkan 5.900 liter biodisel, dan alga menghasilkan 58.700 liter biodisel!
Apa itu alga? 
Alga bisa berwujud mahluk hidup bersel tunggal atau bersel banyak, hidupnya berkoloni dan dapat melakukan fotosintesis. Siklus hidupnya pendek sehingga cepat dikembangbiakan. Seperti tumbuhan lain, alga memerlukan air, CO2 dan sinar matahari untuk tumbuh dan berkembang. Alga juga menghasilkan oksigen dalam proses metabolismenya.
Salah satu jenis alga yang paling populer untuk biofuel adalah chorella, jenis dari ganggang hijau. Jenis ini sangat efektif karena ampasnya bisa digunakan sebagai bahan pangan. Jenis-jenis dari Botryococcus dan Dunaliella juga sering dipakai karena kandungan minyaknya yang tinggi.
Bagaimana alga dibudidayakan?
Alga bisa dibudidayakan dalam kolam air terbuka atau dalam photobioreactor tertutup. Nutrisi yang ium. Untuk mempercepat pertumbuhannya kadang diberikan juga silikon, zat besi dan klorida.biasanya dibutuhkan antara lain nitrogen, fosfor dan potas
Gambar
Sistem terbuka (foto: PNNL/flickr)
Keunggulan kolam air (sistem terbuka) adalah pembangunan kontruksinya relatif murah. Namun sistem ini rentan terhadap hama dan gangguan cuaca seperti curah hujan yang tinggi.
Sedangkan dengan photobioreactor (sistem tertutup) pembangunan infrastrukturnya cukup mahal. Namun sistem ini relatif aman dari gangguan hama dan curah hujan tinggi. Dan produktivitasnya lebih bisa diandalkan.
Baik dengan sistem terbuka maupun tertutup, proses pemanenannya bisa diatur secara batch atau kontinyu. Dengan sistem batch alga dipanen pada periode waktu tertentu. Setiap minggu atau bulan, tergantung siklus hidup jenis alga yang digunakan. Sedangkan dengan sistem kontinyu pemanenan bisa dilakukan setiap saat tergantung pada pengaturannya.
Ekstraksi minyak dari alga?
Gambar
Sistem tertutup
Ada tiga macam metode ekstraksi minyak pada alga. Pertama, metode fisik dengan tekanan (press). Dengan sistem ini minyak yang terkandung dalam alga bisa diambil sekitar 70-75%.
Kedua, metode kimiawi dengan larutan hexane. Alga dilarutkan dengan hexane. Sehingga minyak dalam alga akan terekstraksi dan bercampur dengan larutan hexane. Untuk memisahkannya dilakukan penyulingan. Metode ini bisa mengekstrak 95% kandungan minyak dalam alga.
Ketiga, supercritical fluid extraction. Metode ini menggunakan CO2 yang dipanaskan pada tekanan rendah sampai pada titik keseimbangan antara fasa cair dan gas. Kemudian digunakan sebagai pelarut minyak dalam alga. Metode ini sanggup mengekstraksi hingga 100% kandungan miyak dalam alga. Hanya saja biaya pemrosesannya lumayan mahal.
Pada prakteknya, ekstraksi minyak alga dilakukan dengan campuran metode-metode di atas. Hal ini terkait dengan efesiensi biaya.
Terbarukan dan Ramah Lingkungan
Sejauh ini biofuel dari alga dipandang sebagai alternatif yang paling ramah lingkungan. Parameternya adalah ekstraksi minyak dari alga tidak bersaing dengan pemenuhan kebutuhan manusia.
Pembudidayaan alga tidak membutuhkan pembukaan hutan atau lahan subur. Instalasi ladang alga bisa dilakukan di gurun pasir sekalipun. Kemudian air yang dibutuhkan untuk budidaya alga relatif hemat dan bisa didaur ulang.
Minus Kritik
Bisa dikatakan belum ada kritik yang serius mengenai dampak lingkungan dari pengembangan algafuel. Ada beberapa kritik minor seperti keamanan larutan kimia yang digunakan dalam proses produksinya. Ada juga yang mempertanyakan efektivitas biodisel yang dihasilkan untuk mesin-mesin kendaraan yang ada sekarang. Namun semua kritik yang ada tidak seserius dampak lingkungan yang diakibatkan produksi energi dari sumber-sumber lain. [an]

(Diolah dari berbagai sumber)

I ndonesia tetap mengimpor garam meskipun laut dan pantainya luas. Di Juni 2013, impor garam yang dilakukan Indonesia mencapai 112 ri...



Indonesia tetap mengimpor garam meskipun laut dan pantainya luas. Di Juni 2013, impor garam yang dilakukan Indonesia mencapai 112 ribu ton atau senilai US$ 5,6 juta. Selama enam bulan (Januari-Juni 2013), impor garam tercatat mencapai 923 ribu ton atau senilai US$ 43,1 juta.

Lalu dari mana garam itu berasal?

Berdasarkan data laporan Badan Pusat Statistik (BPS) yang dikutip detikFinance, Selasa (6/8/2013), garam impor banyak berasal dari negara-negara yang berlokasi tidak jauh dari Indonesia.

Pertama adalah Australia, yang merupakan pemasok garam terbesar untuk Indonesia. Pada Juni 2013, impor garam yang dilakukan Indonesia dari Australia mencapai 111 ribu ton atau US$ 5,4 juta.

Sementara, bulan sebelumnya (Mei 2013) garam impor yang masuk dari Australia adalah sebesar 98 ribu ton atau US$ 4,8 juta. Secara kumulatif (Januari-Juni 2013), impor garam dari Australia tercatat 733 ribu ton atau US$ 34,2 juta.

Kedua adalah India. Pada Juni 2013, India memang tidak memasok garam ke Indonesia. Namun untuk Mei 2013, garam impor dari India mencapai 47 ribu ton atau senilai US$ 1,97 juta. Jika diakumulasi pada semester I-2013, total impor garam dari India adalah 189 ribu ton atau US$ 7,89 juta.

Ketiga adalah Jerman dengan volume impor di Juni 2013 mencapai 34 ton atau US$ 119 ribu. Bulan-bulan sebelumnya, impor garam dari Jerman tidak terlalu berbeda jauh. Dalam enam bulan, impor garam dari Jerman mencapai mencapai 177 ton atau US$ 445 ribu.

Selanjutnya yang keempat adalah Selandia Baru. Impor garam dari Selandia Baru pada Juni 2013 mencapai 48 ton atau US$ 19 ribu. Sementara pada Mei 2013, garam impor dari Selandia Baru mencapai 480 ton atau US$ 194 ribu. Sementara pada periode Januari-Juni 2013, total impor garam dari Selandia Baru mencapai 816 ton atau US$ 325 ribu.

Terakhir adalah Singapura. Jumlah impor garam dari Singapura pada Juni 2013 mencapai 293 kg atau US$ 1.012. Selama Januari-Juni 2013, garam impor dari Singapura yang masuk mencapai 7,2 ton atau US$ 57 ribu. Selain itu ada kumpulan negara-negara lain dengan total impor garam selama Juni 25,3 ton atau US$ 4.370 dan semester I-2013 sebesar 663,9 ton atau US$ 142 ribu. [an]

Sumber: detikFinance

Oleh: Ayu Pratiwi Muyasyaroh* Indonesia merupakan negara maritim karena lebih dari 2/3 total luas wilayahnya adalah laut atau me...

Oleh: Ayu Pratiwi Muyasyaroh*



Indonesia merupakan negara maritim karena lebih dari 2/3 total luas wilayahnya adalah laut atau mencapai 5,8 juta km2 (580 juta ha), kemakmuran Indonesia tidak hanya disebabkan oleh luas wilayah lautnya yang begitu besar namun juga dari potensi kelautan dan perikanan yang sangat besar dan beragam baik yang dapat diperbaharui maupun yang tidak dapat diperbaharui (Dahuri, dkk, 2001). Salah satu potensi kelautan dengan keanekaragam jenis yang sangat tinggi di Indonesia adalah rumput laut. Sampai saat ini sebagian besar rumput laut umumnya diekspor dalam bentuk bahan mentah berupa rumput laut kering namun sayangnya, hasil olahan rumput laut seperti agar-agar, karaginan, dan alginat masih di impor dalam jumlah yang cukup besar dengan harga yang tinggi. Karaginan merupakan polimer polisakarida rantai lurus yang terdiri dari unit D-galaktosa dan 3,6-anhidrogalaktosa dengan beragam tingkat sulfatasi yang diperoleh dari ekstraksi rumput laut merah dari spesies tertentu (Soetrisno, 1991).

Di bidang industri makanan, karaginan digunakan sebagai gelling agent (pembentuk gel), thickening (pengental), dan penstabil. (Tombs and Stephen, 1998). Selain itu karaginan juga digunakan sebagai pengemulsi (emulsifier), pensuspensi (suspention agent), pelindung koloid (protective), pembentuk film (film former), penghalang terjadinya pelepasan air (syneresis inhibitor), dan pengkelat atau pengikat bahan-bahan lain (flocculating agent). Sifat-sifat karaginan tersebut banyak dimanfaatkan dalam industri makanan, obat-obatan, kosmetik, tekstil, cat, pasta gigi, dan industri lainnya (Winarno,1990).

Proses pembuatan karaginan dilakukan dengan mengisolasi karaginan dari rumput laut merah Eucheuma cottonii. Prosedur isolasi karaginan dari berbagai rumput laut telah banyak dikembangkan. Umumnya prosedur ini terdiri atas tiga tahapan kerja yaitu; ekstraksi, penyaringan, dan pengendapan. (Sarjana, 1998). Karaginan diperoleh dari rumput laut bersih yang diekstraksi dengan air panas dalam suasana alkali dengan pH berkisar antara 8-11. Keadaan basa sangat diperlukan dalam proses ekstraksi rumput laut menjadi karaginan untuk meningkatkan daya larut karaginan dalam air dan mencegah terjadinya reaksi hidrolisis ikatan glikosidik pada molekul karaginan yang menyebabkan karaginan kehilangan sifat-sifat fisiknya, seperti kelarutannya dalam  air (Durant and Sanford, 1970).

Bahan yang banyak digunakan sebagai pemberi suasana alkali dalam ekstraksi Karaginan adalah Kalium hidroksida (KOH). KOH merupakan senyawa yang bersifat sangat toksik terhadap lingkungan serta memiliki harga yang cukup mahal dimana harga KOH non-teknis mencapai Rp1.500,00-/g. Selain itu, KOH juga sukar untuk diperoleh di daerah pedesaan padahal kebanyakan daerah penghasil rumput laut merah di Indonesia dapat dikategorikan sebagai wilayah pedesaan sehingga produksi karaginan di Indonesia belum tercapai secara maksimal (Mappiratu, 2009).

Batu kapur merupakan salah satu potensi batuan yang banyak terdapat di Indonesia sehingga memiliki harga yang sangat murah yakni Rp300,-/kg. Batu kapur merupakan jenis batuan yang paling banyak digunakan, namun selama ini pemanfaatan batu kapur belum dilakukan secara maksimal. Pemanfaatan utama batu kapur selama ini adalah sebagai bahan bangunan (70%), pembuatan semen (15%), pengolahan besi, salah satu bahan  campuran gelas, serta sebagai bahan baku CaO dan Ca(OH)2 (Hermiyati, 2009).

Kalsium oksida yang biasa disebut dengan quicklime atau kapur tohor terbentuk dengan proses pemanasan batuan kapur (CaCO3) dengan penambahan air. CaO akan menjadi bentuk yang lebih tidak mudah terbakar, tetapi masih merupakan alkali kuat, kalsium hidroksida (Ca(OH)2)). Ca(OH)2 yang dihasilkan dari kalsinasi batu kapur ini memiliki kekuatan basa yang hampir sama dengan KOH (Oates, 1998). Selain itu sesuai dengan MSDS Kalium hidroksida dan Kalsium hidroksida (www.sciencelab.com, diakses 14 Maret 2013), Kalsium hidroksida lebih tidak berbahaya bagi manusia dan toksisitasnya dalam air dan lingkungan lebih rendah apabila dibandingkan dengan Kalium hidroksida. Dengan kata lain, Kalsium hidroksida ini lebih ramah lingkungan. Dengan alasan-alasan iniah, larutan alkali yang digunakan dalam ekstraksi karaginan dimungkinkan dapat diganti dengan Kalsium hidroksida (Ca(OH)2).

Kalsinasi merupakan salah satu proses pra-olahan dengan tujuan untuk menghilangkan air kristal (hidrat),dengan melakukan pemanasan pada temperatur yang tidak melebihi temperatur lelehnya. Adapun proses yang terjadi dalam kalsinasi batu kapur adalah sebagai berikut pertama-tama batu kapur dibakar dalam tungku berukuran besar dengan suhu 900°C untuk mengubah CaCO menjadi CaO (oksida kalsium) dan gas CO2 (Kabon dioksida). CO2 yang dihasilkan kemudian dibersihkan lalu dimasukkan kembali ke dalam tangki untuk bereaksi dengan Ca(OH)2 sehingga akan diperoleh batu kapur kembali. Adapun reaksinya adalah sebagai berikut: CaCO3 → CaO + CO2.

Proses selanjutnya, CaO yang terbentuk kemudian dicampur dengan air dan diaduk. Maka akan terbentuk basa Kalsium hidroksida (Ca(OH)2). Adapun reaksinya adalah sebagai berikut: CaO + H2O → Ca(OH)2.Kalsium hidroksida yang terbentuk kemudian disaring untuk memisahkannya dari senyawa-senyawa pengotor... Ca(OH)2 yang telah disaring kemudian direaksikan dengan CO2 untuk membentuk CaCO3 dan air, seperti ditunjukkan oleh persamaan reaksi berikut:  Ca(OH) + CO2 → CaCO3 + H2O (Herianto, 2005). Endapan CaCO3 hasil reaksi di atas kemudian disaring dan dikeringkan untuk dapat menghasilkan batu kapur yang dapat digunakan untuk mengekstraksi karaginan kembali.

Proses yang dapat dilakukan dalam isolasi karaginan dari rumput laut merah dengan batu kapur adalah sebagai berikut: batu kapur diolah menjadi batu kapur yang halus dengan alat superfine grinding mill, atau dapat juga dengan cara manual yaitu dengan dibakar. Batu kapur (CaCO3) yang telah halus lalu diubah menjadi kalsium oksida (CaO), dengan proses kalsinasi yang dapat dilakukan baik secara langsung maupun secara terpisah dengan alat furnace. Rumput laut merah Eucheumaa cottonii yang diperoleh dari petani rumput laut, diekstraksi dengan pelarut air pada kondisi basa, basa yang digunakan adalah kalsium hidroksida yang diperoleh dari reaksi kalsinasi batu kapur dan dipanaskan hingga menjadi bubur kemudian disaring. Hasil saringan atau filtrat dinetralkan dengan KCl kemudian diendapkan dengan pelarut isopropanol menjadi karaginan (Arfini, 2011) .

Dengan melihat fakta-fakta diatas, terdapat banyak sekali manfaat yang dapat diperoleh melalui ekstraksi karaginan dari rumput laut merah dengan menggunakan batu kapur, yakni :
  1. Dapat mengurangi limbah basa dengan penggunaan larutan basa yang lebih tidak tosik di lingkungan karena ekstraksi karaginan
  2. Dapat memproduksi karaginan sendiri dan mengurangi impor karaginan dari negara lain
  3. Dapat memberikan inovasi bagi para produsen karaginan dalam melakukan proses produksi berbasisgreen chemistry dan meningkatkan produksi produk-produk dengan bahan dasar karaginan
  4. Menyumbangkan ide kreatif dalam pengembangan produksi karaginan dan berperan aktif dalam memanfaatkan potensi alam Indonesia. 
Maka dengan melihat ini semua, ekstraksi karaginan dari rumput laut dengan menggunakan batu kapur dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif menghasilkan karaginan dengan jumlah yang lebih besar dan murah secara green chemistry yang memanfaatkan reaksi kalsinasi batu kapur yang kesediaannya melimpah dan murah.

*Mahasiswi Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Gadjah Mada

Pustaka:
Arfini, Fifi. 2011. Optimasi Proses Ekstraksi Pembuatan Karaginan dari Rumput Laut Merah (Eucheuma cottonii) Serta Aplikasinya Sebagai Penstabil Pada Sirup Markisa. Bogor. Institut Pertanian Bogor. Tesis.
Durant, N. W. And Sanford, F. R. 1970. Phycocoloids.  Washington, D.C: Berau of Commercial Fisheries Div. Of Publ. Washington.
Dahuri, dkk. 2001. Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Bogor: PT. Pradnya Paramita.
EMD Millipore. 2013. KOH. http://www.merckmillipore.com. Diakses tanggal 14 Maret 2013.
Gulin. 2013. Harga Batu Kapur/gamping – Rp 3800 – Kabupaten Bangkalan.    http://grindingmillforsale.com/tempat-penggalian/harga-batu-kapur-limestone-2013-    rp/ . Diakses 14 Maret 2013.
Herianto, Edi. 2005. Pembuatan Kalsium Karbonat dengan Skala Semi Pilot. Seminar Material Metalurgi. Serpong. 29 Desember 2005.
Hermiyati I. 2009. Petunjuk Praktikum Analisa Bahan Kulit. Yogyakarta : Akademi Teknologi Kulit.
Oates J.A.H. 1998.  Lime and Limestone, Chemistry and Technology, Production and Uses, Wiley-Vch.
Science Lab.com. 2013. MSDS KOH. http://www.sciencelab.com/msds.php?msdsId=9927230 . Diakses tanggal 14 Maret 2013.
Science Lab.com. 2013. MSDS Ca(OH)2. http://www.sciencelab.com/msds.php?msdsId=9927230 . Diakses tanggal 14 Maret 2013.
Soetrisno, S.  1991. Prosiding Temu Karya Ilmiah Teknologi Pasca Panen Rumput  Laut, 101-124.
Sarjana, P. dan Widia, W. 1998. Mempelajari Teknik Pengolahan Rumput Laut  Menjadi  Karaginan Secara Hidrasi. Denpasar. Universitas Udayana.
Tombs, M. and Stephen, E.H. 1998. An Introduction to Polysaccharide Biotechnology. London:Taylor & Francis.
Uses, Wiley-Vch. Mappiratu. 2009. Kajian Teknologi Pengolahan Karaginan dari Rumput Laut      Eucheuma cottonii Skala Rumah Tangga. Media Litbang Sulteng, 2 (1), 1-6.
Universitas Lambung Mangkurat. 2013. Katalog Bahan Kimia. http://labdasar.unlam.ac.id/hargaBahan/. Diakses tanggal 14 Maret 2013.
Winarno. 1990. Teknologi Pengolahan Rumput Laut. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan 

Oleh:  Siti Nurjanah* Indonesia memiliki 92 pulau terluar yang memiliki titik pangkal yang berbatasan dengan 10 negara tetangga, yaitu ...

Oleh: Siti Nurjanah*

Indonesia memiliki 92 pulau terluar yang memiliki titik pangkal yang berbatasan dengan 10 negara tetangga, yaitu Australia, Malaysia, Singapura, India, Thailand, Vietnam, Fillipina, Palau, Papua Nugini dan Timor Leste. Pulau-pulau itu tersebar di 9 provinsi yang sebagian besar terdapat di kepulauan Riau dan Maluku. Setengah dari pulau-pulau tersebut berpenghuni dengan luas pulau antara 0,02-2000 km² (Departemen Kelautan dan Perikanan, 2005).

source image: beranda MITI
Pulau Terluar menjadi garda terdepan dalam menjaga wilayah kedaulatan Indonesia. Posisinya sangat strategis untuk menarik garis Batas Laut Teritorial, Zona Tambahan, Batas Landas Kontinen, dan zona ekonomi Eksklusif. Indonesia sebagai negara kepulauan yang telah diakui oleh UNCLOS (United Nations Convention On The Law Of The Sea) dan telah diratifikasi, berhak menentukan garis batasnya. Dari 183 Titik Dasar (TD) yang menjadi patokan untuk menarik garis pangkal, tercatat ada 92 TD berada di pulau-pulau kecil terluar. Hal ini berarti keberadaan pulau terluar sangat vital dalam kerangka kedaulatan negara. Dipertegas lagi oleh PP No. 38 Tahun 2002 tentang Daftar Koordinat Geografis Titik-Titik Garis Pangkal Kepulauan Indonesia.

Anggapan bahwa pulau terluar merupakan pulau liar tak terurus dan seonggok batu karang, tidak selamanya benar. Kurang lebih hanya sepertiga dari pulau terluar yang dihuni, selebihnya masih berupa hutan bervegetasi lebat sampai jarang. Selain itu beberapa pulau terluar memiliki potensi wisata, keanekaragaman terumbu karang, dan sumber daya perikanan (Retraubun et al, 2005).

Keadaan ekonomi di sebagian besar pulau terluar Indonesia masih tergolong rendah, hal ini disebabkan karena kurangnya informasi dan perhatian pemerintah terhadap pulau terluar Indonesia. Sebagai salah satu contoh pulau terluar Indonesia yang perlu diperhatikan oleh pemerintah pusat adalah Pulau Rangsang, Pulau Merbau, Pulau Padang, dan Pulau Topang yang terdapat di Kabupaten kepulauan Meranti (berbatasan dengan Malaysia).

Minimnya infrasktruktur, illegal fising, illegal loging, pencurian pasir laut dan abrasi yang terus menerus, menyebabkan luas daratan pulau-pulau terluar Pulau Meranti terkikis. Kondisi ini berdampak luas terhadap struktur ekonomi dan sosial masyarakat yang tinggal di pesisir kawasan pantai pulau-pulau terluar. Kemiskinan dan minimnya sumber daya manusia menjadi sangat dominan di daerah ini (Haluanmedia.com).

Potensi budidaya perairan yang terdapat di pulau terluar Indonesia masih belum optimal untuk dimanfaatkan karena kurangnya sumber daya manusia. Wilayah gugusan pulau-pulau terluar secara ekonomis mempunyai potensi yang sangat kaya akan lahan yang relatif luas, sumberdaya laut, sumber daya tambang dan pariwisata. Dan jika berhasil dikembangkan secara optimal dan berkelanjutan, pulau-pulau terluar ini bukan saja akan menjadi sumber pertumbuhan baru, melainkan sekaligus akan mengurangi kesenjangan pembangunan antar wilayah dan kelompok sosial.

*) Mahasiswi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro

Dimuat di Beranda Masyarakat Ilmuwan dan Teknolog Indonesia (MITI)


Refrensi :

Bappeda Sulawesi Tengah.
Departemen Kelautan dan Perikanan. 2005. Daftar Pulau Terluar Indonesia. http://id.wikipedia .org/wiki/Daftar_pulau_terluar_Indonesia.

Retraubun, A. 2005, Pengelolaan Pulau-pulau Kecil. Direktorat Pemberdayaan Pulau-pulau Kecil, Direktorat Jenderal Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Departemen Kelautan dan Perikanan-RI. http://haluanmedia.com/kepri/berita-daerahkepri/meranti/2013/01/18/pulau-terluar-minta-perhatian-pusat.html