Oleh: Himawan Akhmadin * S ubsektor perikanan memiliki peran penting sebagai penyumbang protein bagi masyarakat Indonesia. Ikan memi...

Menuju Bojonegoro Gemar Ikan

Oleh: Himawan Akhmadin*


Subsektor perikanan memiliki peran penting sebagai penyumbang protein bagi masyarakat Indonesia. Ikan memiliki kandungan gizi yang berbeda-beda, namun secara umum memiliki kandungan gizi yang lebih baik daripada daging ternak (read meal). Potensi tersebut, semakin nampak dengan hadirnya program yang dicanangkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan, Fadel Muhammad, yakni Gemarikan (Gerakan Makan Ikan). Gerakan ini sendiri bertujuan untuk meningkatkan konsumsi makan ikan yang masih rendah. Lalu, mengapa harus mengkonsumsi ikan?

Karena pada umumnya ikan mengandung protein yang dibutuhkan kesehatan manusia. Dengan makan ikan yang cukup maka dapat memberikan dua keuntungan bagi kita. Pertama, baik untuk kesehatan dan meningkatkan daya tahan tubuh terhadap berbagai macam penyakit. Kedua, asam lemak tak jenuh, termasuk omega-3, yang terkandung dalam ikan, sangat membantu perkembangan sel otak yang dapat meningkatkan kecerdasan (IQ) manusia. Dalam mewujudkan generasi bangsa yang berkualitas dengan asupan gizi yang cukup, maka sangat diperlukan sosialisasi, pendidikan maupun informasi yang tepat kepada seluruh anak bangsa sejak dini bahwa betapa pentingnya konsumsi ikan. Dengan demikian maka perlu ditingkatkannya usaha budidaya dalam setiap daerah untuk memasok persediaan ikan yang dikonsumsi pada tiap harinya. 

Selain fungsi membangun sumber daya manusia unggul, perikanan dapat dijadikan sebagai sumber ekonomi masyarakat jika termaksimalkan. Artinya pula telah mengarah pada peran pemberdayaan. Untuk itu, memang gampang-gampang susah jika perikanan akan dikembangkan yang untuk mendongkrak perekonomian masyarakat. Dikatakan gampang karena tidak terlalu menguras energi dan dikatakan susah karena butuh ketelatenan serta teknik-teknik mendasar agar dapat meraup keuntungan yang menjanjikan.

Potensi perikanan Indonesia tidak hanya berupa perairan laut namun juga terdapat dalam perairan tawar. Di dalam dunia perikanan dikenal tiga jenis bidang usaha, yaitu usaha perikanan tangkap, usaha perikanan budidaya atau akuakultur dan usaha perikanan pengolahan. Masing – masing jenis bidang usaha ini mempunyai karakteristik operasional produksi tersendiri yang akan berpengaruh langsung terhadap munculnya berbagai jenis biaya.

Budidaya perikanan telah menjadi salah satu primadona dalam sub sektor perikanan nasional. Usaha perikanan budidaya atau akuakultur adalah sebuah kegiatan usaha yang bertujuan untuk memproduksi ikan dalam sebuah wadah pemeliharaan yang terkontrol serta berorientasikan kepada keuntungan. Budidaya ikan kian banyak diminati berbagai kalangan, mulai dari kalangan awam (pemula) hingga kalangan elit dalam sektor industrialisi. Perkembangan budidaya semakin pesat mengingat bahwa permintaan terhadap ikan konsumsi semakin besar. Dalam hal ini berbagai macam aplikasi teknologi juga telah digunakan untuk menunjang produksi, dari yang paling sederhana hingga yang telah tersistematis.

Menilik Potensi Perikanan di Bojonegoro

Kabupaten Bojonegoro adalah salah satu kabupaten di Jawa Timur yang sebagian besar wilayahnya merupakan daratan, Namun bukan berarti sektor perikanan tidak dapat dikembangkan. Sebaliknya sektor perikanan lah yang kiranya merupakan usaha strategis yang harusnya dapat dimaksimalkan oleh masyarakat. Mengapa demikian? karena hemat penggunaan lahan, dapat memanfaatkan lahan marginal dengan hemat air, teknologi budidaya dan dan pembenihannya mudah diterapkan oleh masyarakat, sehingga usaha dapat dikembangkan dengan skala kecil hingga industri.

Daerah Bojonegoro sendiri, kompisisi lahanya terdiri dari : area tanah sawah (32,58 %), tanah kering (22,42 %), hutan Negara (40,15 %), perkebunan (0,26 %) dan lain-lain (4,59 %). (Bojonegoro dalam angka, 2011). Sedangkan khsusus untuk tanah kering (22,42 %) terdiri atas lahan kosong, gersang, rawa-rawa maupun lahan bekas padi gagal panen. Lahan-lahan tersebut lah yang selayaknya menjadi lahan ekonomis yang dapat diolah dan dikelola menjadi lahan budidaya perikanan.

Memang tekstur dan struktur tanah menentukan kemampuan pematang menahan air, beban bangunan serta tingkat rembesan air. Faktor kimia dan biologi akan berpengaruh terhadap kesuburan air kolam. Meskipun demikian, lahan marjinal atau bermasalah menggunakan plastik atau terpal atau dibangun dengan konstruksi permanen.

Di sepanjang daerah Bojonegoro pada umumnya dialiri oleh sungai Bengawan Solo dan Waduk Pacal untuk daerah yang tidak dialiri sungai Bengawan Solo. Produksi Ikan di Bojonegoro saat ini terbagi atas Penangkapan/ Catching dan Budidaya/Fishery Household. Kegiatan penangkapan dilakukan pada perairan umum, sedangkan Budidaya dilakukan dalam media kolam, sawah tambak dan mina padi. Namun dalam statistik tercatat bahwa kegiatan budidaya yang mendominasi masih dalam taraf media kolam dalam jumlah kecil, sawah tambak pada beberapa wilayah saja dan mina padi yang masih belum terealisasikan di Bojonegoro. Hal inilah yang harusnya bisa lebih dimaksimalkan lagi, mengingat produksi perikanan tidak tergantung musim. Selain itu, jenis komoditas, ukuran, dan bentuk produk dapat disesuaikan dengan permintaan pasar.

Persoalan produksi, lantas tidak bisa dilepaskan dari aspek pemasaran. Demikian juga dalam bisnis ikan di daerah Bojonegoro. Di tengah persaingan usaha produk perikanan yang semakin ketat, pemasaran itu sendiri dapat dilakukan dalam berbagai macam bentuk serta inovasi yang memungkinkan. Salah satu kegiatan pemasaran yang efektif adalah melalui promosi. Apalagi dalam upaya mengatasi kejenuhan pasar dan masalah dengan jenis baru, seleksi (breeding) dan impor. Kegiatan promosi merupakan salah satu kegiatan pemasaran yang paling penting. Kegiatan promosi diharapkan akan meningkatkan jumlah permintaan produk perikanan. Promosi produk dapat dilakukan melalui kemasan, cara penjualan, potongan harga, proses produksi dan sebagainya. Salah satu bentuk promosi yang efektif dilakukan adalah dengan kampanye makan ikan dengan mengedepankan wacana sebagai makanan sehat dan bergizi. Isu wabah penyakit flu burung (unggas) dan sapi gila pada produk daging sapi ternyata juga dapat mempengaruhi terhadap pemintaan produk perikanan khususnya ikan (Mahyudin, 2007).

Promosi Melalui Produk Olahan Ikan

Panen ikan lalu memasarkan atau menjual ikan hasil panen secara langsung, itu barangkali merupakan hal biasa dan sering dilakukan tani ikan pada umumnya. Akan tetapi jika hasil panen ikan tersebut diolah terlebih dahulu mungkin akan berbeda lagi ceritanya. Kenapa berbeda? dalam hal nilai ekonomis tentunya. Nilai ekonomis produk ikan hasil olahan lebih tinggi daripada ikan mentah. Ini yang kiranya perlu lebih dipahami lagi oleh masyarakat luas. Selain memiliki nilai ekonomis yang tinggi, tentunya juga dapat membantu pemerintah dalam menyediakan lapangan pekerjaan sehingga sumberdaya manusia sekitar dapat termaksimalkan. Hal ini juga dapat menekan laju pengangguran yang ada pada lingkungan sekitar, perkotaan maupun pedesaan.

Pada umumnya ikan air tawar memiliki tekstur daging yang lembut dan juga ketebalan dagingnya merupakan alasan tersendiri mengapa banyak masyarakat menyukai ikan ini. Sifat ini menyebabkan ikan air tawar (lele, patin, nila, dsb.) mudah dan cocok untuk diolah selain dijadikan ikan pindang juga bisa dibuat berbagai produk olahan ikan seperti : fillet, baso, otak-otak, pempek, sosis, kerupuk, tempura ikan, ikan asap, ikan asin dan nugget ikan (Dani, 2005). Produk-produk olahan ikan ini belum terlalu popular pada daerah jawa khususnya namun lebih banyak popular di daerah luar jawa. Hal ini bukan berarti produk olahan tersebut kurang peminat ataupun tidak memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Namun sebaliknya potensi ini lah yang mestinya dapat dikembangkan oleh masyarakat, karena produk olahan dapat meningkatkan nilai jual ikan relatif tinggi dibandingkan ikan non olahan.

Memasuki Arena Pemasaran

Banyak pola pemasaran yang ditawarkan untuk mendistribusikan hasil panen maupun pasca panen. Seperti yang telah dijelaskan pada bacaan sebelumnya yakni promosi. Setelah kegiatan promosi tersebut tentunya produk akan menuju ke sesi pemasaran dan mengalami proses jual beli dalam suatu wadah yang dinamakan pasar. Pasar sendiri dapat digolongkan menjadi bermacam-macam, pasar tradisional, pasar swalayan dan sebagainya.

Sebagai contohnya, Pemasaran lele konsumsi dapat dilakukan dengan dua cara. Pertama adalah penjualan secara langsung kepada pedagang pengumpul. Para pedagang biasanya berkeliling ke petani ikan dan kolam pemeliharaan lele sambil menanyakan jadwal panen. 
Selanjutnya, beberapa minggu sebelum panen, pedagang akan kembali. Dengan demikian, setiap panen lele selalu ada pedagang pengumpul yang siap membeli hasil panen. Kedua adalah dengan menawarkan hasil panen ke pasar. Biasanya di pasar ada pedagang yang siap membeli hasil panen lele dalam keadaan hidup. Sebaiknya petani menghubungi pedagang beberapa hari sebelum panen. Pemasaran lele tidak terbatas pada ukuran konsumsi saja. Lele ukuran benih pun dapat dipasarkan ke pasar. Pemasaran benih biasanya ke pedagang benih eceran atau pedagang benih pengumpul. Biasanya petani pembesar ikan ikan lele sudah langganan pada peternak atau pembenih lele. Harga benih biasanya ditentukan oleh ukuran.

Umumnya pemasaran ikan lele pada masyarakat dilakukan olah pedagang pengumpul langsung datang ke kolam pembesaran sekaligus melakukan penyortiran. Harga penjualan langsung di kolam relative murah lebih murah dibandingkan jika dikirim ke tempat pedagang sekitar Rp. 5000,00 per kg. Sistem penjualan langsung di tempat kolam relatif lebih mudah dan menguntungkan bagi petani ikan atau pembudidaya pemula karena tidak menanggung kematian ikan selama transportasi dan penyusutan bobot lele atau perbedaan timbangan. Para pedagang pengumpul biasanya menginginkan ikan lele dengan ukuran tertentu, yaitu ukuran 8-12 ekor/kg. selain ukuran tersebut, harga ikan lele dihargai lebih murah sekitar Rp. 1.000,00 - Rp. 1.500,00. Harga lokal sangat bervariasi tergantung dari jauh dekatnya sumber komoditas dan jumlah permintaan dan penawaran terhadap komoditas tersebut.

Selain faktor lahan, berbicara budidaya ikan maka tidak bisa jauh dengan perairan. Di daerah rawa-rawa maupun lahan bekas padi gagal panen dapat mengandalkan tadah air hujan sebagai sumber pengairannya. Selain itu pengadaan air juga dapat dilakukan dengan sistem resirkulasi, yaitu sistem budidaya ikan yang memanfaatkan air kolam secara berulang-ulang sehingga dapat menghemat pemakaian air. Agar tidak membahayakan kehidupan ikan, karena penurunan kualitas air, sebelum air dipergunakan kembali air harus disaring terlebih dahulu supaya sisa makanan dan kotoran hasil metabolisme akan terbuang. Dengan demikian, kualitas air akan tetap terjaga dalam kondisi yang memadai untuk kehidupan ikan.

Pasar ikan benih dan ikan konsumtif di Indonesia menjadi 3 bagian, (Bejo, 2005): pasar tradisional, pasar potensial, dan pasar temporer. Pasar tradisional baik benih maupun ikan konsumsi terdapat di pasar-pasar tradisional Bojonegoro, pasar kecamatan, karena memang para pembeli disini umumnya para pengecer maupun langsung para konsumen.  Pasar temporer merupakan pasar yang dapat terjadi sewaktu-waktu dalam waktu yang tidak tentu (tidak rutin) pasar ini biasanya terjadi pada peristiwa tertentu. Misalnya pasar murah, bazaar dan sebagainya. Sedangkan terakhir adalah pasar potensial khususnya benih ukuran kecil. Benih-benih tersebut dapat dipasarkan di pasar local untuk system pembesaran di kolam, keramba, dan pen. Disebut potensial karena jumlahnya cukup besar dan terus meningkat.

Sanggupkah Bojonegoro menjadikan Perikanan sebagai salah satu sektor dalam merintis pengembangan wilayah, sehingga tercipta perikanan terpadu, sektor yang mampu menunjang otonomi daerah?

* Penulis adalah Mahasiswa Jurusan Perikanan Universitas Gadjah Mada. Ketua Ikatan Mahasiswa Bojonegoro Periode 2012.


0 komentar: