Oleh: Ayu Pratiwi Muyasyaroh* Indonesia merupakan negara maritim karena lebih dari 2/3 total luas wilayahnya adalah laut atau me...

Oleh: Ayu Pratiwi Muyasyaroh*



Indonesia merupakan negara maritim karena lebih dari 2/3 total luas wilayahnya adalah laut atau mencapai 5,8 juta km2 (580 juta ha), kemakmuran Indonesia tidak hanya disebabkan oleh luas wilayah lautnya yang begitu besar namun juga dari potensi kelautan dan perikanan yang sangat besar dan beragam baik yang dapat diperbaharui maupun yang tidak dapat diperbaharui (Dahuri, dkk, 2001). Salah satu potensi kelautan dengan keanekaragam jenis yang sangat tinggi di Indonesia adalah rumput laut. Sampai saat ini sebagian besar rumput laut umumnya diekspor dalam bentuk bahan mentah berupa rumput laut kering namun sayangnya, hasil olahan rumput laut seperti agar-agar, karaginan, dan alginat masih di impor dalam jumlah yang cukup besar dengan harga yang tinggi. Karaginan merupakan polimer polisakarida rantai lurus yang terdiri dari unit D-galaktosa dan 3,6-anhidrogalaktosa dengan beragam tingkat sulfatasi yang diperoleh dari ekstraksi rumput laut merah dari spesies tertentu (Soetrisno, 1991).

Di bidang industri makanan, karaginan digunakan sebagai gelling agent (pembentuk gel), thickening (pengental), dan penstabil. (Tombs and Stephen, 1998). Selain itu karaginan juga digunakan sebagai pengemulsi (emulsifier), pensuspensi (suspention agent), pelindung koloid (protective), pembentuk film (film former), penghalang terjadinya pelepasan air (syneresis inhibitor), dan pengkelat atau pengikat bahan-bahan lain (flocculating agent). Sifat-sifat karaginan tersebut banyak dimanfaatkan dalam industri makanan, obat-obatan, kosmetik, tekstil, cat, pasta gigi, dan industri lainnya (Winarno,1990).

Proses pembuatan karaginan dilakukan dengan mengisolasi karaginan dari rumput laut merah Eucheuma cottonii. Prosedur isolasi karaginan dari berbagai rumput laut telah banyak dikembangkan. Umumnya prosedur ini terdiri atas tiga tahapan kerja yaitu; ekstraksi, penyaringan, dan pengendapan. (Sarjana, 1998). Karaginan diperoleh dari rumput laut bersih yang diekstraksi dengan air panas dalam suasana alkali dengan pH berkisar antara 8-11. Keadaan basa sangat diperlukan dalam proses ekstraksi rumput laut menjadi karaginan untuk meningkatkan daya larut karaginan dalam air dan mencegah terjadinya reaksi hidrolisis ikatan glikosidik pada molekul karaginan yang menyebabkan karaginan kehilangan sifat-sifat fisiknya, seperti kelarutannya dalam  air (Durant and Sanford, 1970).

Bahan yang banyak digunakan sebagai pemberi suasana alkali dalam ekstraksi Karaginan adalah Kalium hidroksida (KOH). KOH merupakan senyawa yang bersifat sangat toksik terhadap lingkungan serta memiliki harga yang cukup mahal dimana harga KOH non-teknis mencapai Rp1.500,00-/g. Selain itu, KOH juga sukar untuk diperoleh di daerah pedesaan padahal kebanyakan daerah penghasil rumput laut merah di Indonesia dapat dikategorikan sebagai wilayah pedesaan sehingga produksi karaginan di Indonesia belum tercapai secara maksimal (Mappiratu, 2009).

Batu kapur merupakan salah satu potensi batuan yang banyak terdapat di Indonesia sehingga memiliki harga yang sangat murah yakni Rp300,-/kg. Batu kapur merupakan jenis batuan yang paling banyak digunakan, namun selama ini pemanfaatan batu kapur belum dilakukan secara maksimal. Pemanfaatan utama batu kapur selama ini adalah sebagai bahan bangunan (70%), pembuatan semen (15%), pengolahan besi, salah satu bahan  campuran gelas, serta sebagai bahan baku CaO dan Ca(OH)2 (Hermiyati, 2009).

Kalsium oksida yang biasa disebut dengan quicklime atau kapur tohor terbentuk dengan proses pemanasan batuan kapur (CaCO3) dengan penambahan air. CaO akan menjadi bentuk yang lebih tidak mudah terbakar, tetapi masih merupakan alkali kuat, kalsium hidroksida (Ca(OH)2)). Ca(OH)2 yang dihasilkan dari kalsinasi batu kapur ini memiliki kekuatan basa yang hampir sama dengan KOH (Oates, 1998). Selain itu sesuai dengan MSDS Kalium hidroksida dan Kalsium hidroksida (www.sciencelab.com, diakses 14 Maret 2013), Kalsium hidroksida lebih tidak berbahaya bagi manusia dan toksisitasnya dalam air dan lingkungan lebih rendah apabila dibandingkan dengan Kalium hidroksida. Dengan kata lain, Kalsium hidroksida ini lebih ramah lingkungan. Dengan alasan-alasan iniah, larutan alkali yang digunakan dalam ekstraksi karaginan dimungkinkan dapat diganti dengan Kalsium hidroksida (Ca(OH)2).

Kalsinasi merupakan salah satu proses pra-olahan dengan tujuan untuk menghilangkan air kristal (hidrat),dengan melakukan pemanasan pada temperatur yang tidak melebihi temperatur lelehnya. Adapun proses yang terjadi dalam kalsinasi batu kapur adalah sebagai berikut pertama-tama batu kapur dibakar dalam tungku berukuran besar dengan suhu 900°C untuk mengubah CaCO menjadi CaO (oksida kalsium) dan gas CO2 (Kabon dioksida). CO2 yang dihasilkan kemudian dibersihkan lalu dimasukkan kembali ke dalam tangki untuk bereaksi dengan Ca(OH)2 sehingga akan diperoleh batu kapur kembali. Adapun reaksinya adalah sebagai berikut: CaCO3 → CaO + CO2.

Proses selanjutnya, CaO yang terbentuk kemudian dicampur dengan air dan diaduk. Maka akan terbentuk basa Kalsium hidroksida (Ca(OH)2). Adapun reaksinya adalah sebagai berikut: CaO + H2O → Ca(OH)2.Kalsium hidroksida yang terbentuk kemudian disaring untuk memisahkannya dari senyawa-senyawa pengotor... Ca(OH)2 yang telah disaring kemudian direaksikan dengan CO2 untuk membentuk CaCO3 dan air, seperti ditunjukkan oleh persamaan reaksi berikut:  Ca(OH) + CO2 → CaCO3 + H2O (Herianto, 2005). Endapan CaCO3 hasil reaksi di atas kemudian disaring dan dikeringkan untuk dapat menghasilkan batu kapur yang dapat digunakan untuk mengekstraksi karaginan kembali.

Proses yang dapat dilakukan dalam isolasi karaginan dari rumput laut merah dengan batu kapur adalah sebagai berikut: batu kapur diolah menjadi batu kapur yang halus dengan alat superfine grinding mill, atau dapat juga dengan cara manual yaitu dengan dibakar. Batu kapur (CaCO3) yang telah halus lalu diubah menjadi kalsium oksida (CaO), dengan proses kalsinasi yang dapat dilakukan baik secara langsung maupun secara terpisah dengan alat furnace. Rumput laut merah Eucheumaa cottonii yang diperoleh dari petani rumput laut, diekstraksi dengan pelarut air pada kondisi basa, basa yang digunakan adalah kalsium hidroksida yang diperoleh dari reaksi kalsinasi batu kapur dan dipanaskan hingga menjadi bubur kemudian disaring. Hasil saringan atau filtrat dinetralkan dengan KCl kemudian diendapkan dengan pelarut isopropanol menjadi karaginan (Arfini, 2011) .

Dengan melihat fakta-fakta diatas, terdapat banyak sekali manfaat yang dapat diperoleh melalui ekstraksi karaginan dari rumput laut merah dengan menggunakan batu kapur, yakni :
  1. Dapat mengurangi limbah basa dengan penggunaan larutan basa yang lebih tidak tosik di lingkungan karena ekstraksi karaginan
  2. Dapat memproduksi karaginan sendiri dan mengurangi impor karaginan dari negara lain
  3. Dapat memberikan inovasi bagi para produsen karaginan dalam melakukan proses produksi berbasisgreen chemistry dan meningkatkan produksi produk-produk dengan bahan dasar karaginan
  4. Menyumbangkan ide kreatif dalam pengembangan produksi karaginan dan berperan aktif dalam memanfaatkan potensi alam Indonesia. 
Maka dengan melihat ini semua, ekstraksi karaginan dari rumput laut dengan menggunakan batu kapur dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif menghasilkan karaginan dengan jumlah yang lebih besar dan murah secara green chemistry yang memanfaatkan reaksi kalsinasi batu kapur yang kesediaannya melimpah dan murah.

*Mahasiswi Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Gadjah Mada

Pustaka:
Arfini, Fifi. 2011. Optimasi Proses Ekstraksi Pembuatan Karaginan dari Rumput Laut Merah (Eucheuma cottonii) Serta Aplikasinya Sebagai Penstabil Pada Sirup Markisa. Bogor. Institut Pertanian Bogor. Tesis.
Durant, N. W. And Sanford, F. R. 1970. Phycocoloids.  Washington, D.C: Berau of Commercial Fisheries Div. Of Publ. Washington.
Dahuri, dkk. 2001. Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Bogor: PT. Pradnya Paramita.
EMD Millipore. 2013. KOH. http://www.merckmillipore.com. Diakses tanggal 14 Maret 2013.
Gulin. 2013. Harga Batu Kapur/gamping – Rp 3800 – Kabupaten Bangkalan.    http://grindingmillforsale.com/tempat-penggalian/harga-batu-kapur-limestone-2013-    rp/ . Diakses 14 Maret 2013.
Herianto, Edi. 2005. Pembuatan Kalsium Karbonat dengan Skala Semi Pilot. Seminar Material Metalurgi. Serpong. 29 Desember 2005.
Hermiyati I. 2009. Petunjuk Praktikum Analisa Bahan Kulit. Yogyakarta : Akademi Teknologi Kulit.
Oates J.A.H. 1998.  Lime and Limestone, Chemistry and Technology, Production and Uses, Wiley-Vch.
Science Lab.com. 2013. MSDS KOH. http://www.sciencelab.com/msds.php?msdsId=9927230 . Diakses tanggal 14 Maret 2013.
Science Lab.com. 2013. MSDS Ca(OH)2. http://www.sciencelab.com/msds.php?msdsId=9927230 . Diakses tanggal 14 Maret 2013.
Soetrisno, S.  1991. Prosiding Temu Karya Ilmiah Teknologi Pasca Panen Rumput  Laut, 101-124.
Sarjana, P. dan Widia, W. 1998. Mempelajari Teknik Pengolahan Rumput Laut  Menjadi  Karaginan Secara Hidrasi. Denpasar. Universitas Udayana.
Tombs, M. and Stephen, E.H. 1998. An Introduction to Polysaccharide Biotechnology. London:Taylor & Francis.
Uses, Wiley-Vch. Mappiratu. 2009. Kajian Teknologi Pengolahan Karaginan dari Rumput Laut      Eucheuma cottonii Skala Rumah Tangga. Media Litbang Sulteng, 2 (1), 1-6.
Universitas Lambung Mangkurat. 2013. Katalog Bahan Kimia. http://labdasar.unlam.ac.id/hargaBahan/. Diakses tanggal 14 Maret 2013.
Winarno. 1990. Teknologi Pengolahan Rumput Laut. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan 

Oleh:  Siti Nurjanah* Indonesia memiliki 92 pulau terluar yang memiliki titik pangkal yang berbatasan dengan 10 negara tetangga, yaitu ...

Oleh: Siti Nurjanah*

Indonesia memiliki 92 pulau terluar yang memiliki titik pangkal yang berbatasan dengan 10 negara tetangga, yaitu Australia, Malaysia, Singapura, India, Thailand, Vietnam, Fillipina, Palau, Papua Nugini dan Timor Leste. Pulau-pulau itu tersebar di 9 provinsi yang sebagian besar terdapat di kepulauan Riau dan Maluku. Setengah dari pulau-pulau tersebut berpenghuni dengan luas pulau antara 0,02-2000 km² (Departemen Kelautan dan Perikanan, 2005).

source image: beranda MITI
Pulau Terluar menjadi garda terdepan dalam menjaga wilayah kedaulatan Indonesia. Posisinya sangat strategis untuk menarik garis Batas Laut Teritorial, Zona Tambahan, Batas Landas Kontinen, dan zona ekonomi Eksklusif. Indonesia sebagai negara kepulauan yang telah diakui oleh UNCLOS (United Nations Convention On The Law Of The Sea) dan telah diratifikasi, berhak menentukan garis batasnya. Dari 183 Titik Dasar (TD) yang menjadi patokan untuk menarik garis pangkal, tercatat ada 92 TD berada di pulau-pulau kecil terluar. Hal ini berarti keberadaan pulau terluar sangat vital dalam kerangka kedaulatan negara. Dipertegas lagi oleh PP No. 38 Tahun 2002 tentang Daftar Koordinat Geografis Titik-Titik Garis Pangkal Kepulauan Indonesia.

Anggapan bahwa pulau terluar merupakan pulau liar tak terurus dan seonggok batu karang, tidak selamanya benar. Kurang lebih hanya sepertiga dari pulau terluar yang dihuni, selebihnya masih berupa hutan bervegetasi lebat sampai jarang. Selain itu beberapa pulau terluar memiliki potensi wisata, keanekaragaman terumbu karang, dan sumber daya perikanan (Retraubun et al, 2005).

Keadaan ekonomi di sebagian besar pulau terluar Indonesia masih tergolong rendah, hal ini disebabkan karena kurangnya informasi dan perhatian pemerintah terhadap pulau terluar Indonesia. Sebagai salah satu contoh pulau terluar Indonesia yang perlu diperhatikan oleh pemerintah pusat adalah Pulau Rangsang, Pulau Merbau, Pulau Padang, dan Pulau Topang yang terdapat di Kabupaten kepulauan Meranti (berbatasan dengan Malaysia).

Minimnya infrasktruktur, illegal fising, illegal loging, pencurian pasir laut dan abrasi yang terus menerus, menyebabkan luas daratan pulau-pulau terluar Pulau Meranti terkikis. Kondisi ini berdampak luas terhadap struktur ekonomi dan sosial masyarakat yang tinggal di pesisir kawasan pantai pulau-pulau terluar. Kemiskinan dan minimnya sumber daya manusia menjadi sangat dominan di daerah ini (Haluanmedia.com).

Potensi budidaya perairan yang terdapat di pulau terluar Indonesia masih belum optimal untuk dimanfaatkan karena kurangnya sumber daya manusia. Wilayah gugusan pulau-pulau terluar secara ekonomis mempunyai potensi yang sangat kaya akan lahan yang relatif luas, sumberdaya laut, sumber daya tambang dan pariwisata. Dan jika berhasil dikembangkan secara optimal dan berkelanjutan, pulau-pulau terluar ini bukan saja akan menjadi sumber pertumbuhan baru, melainkan sekaligus akan mengurangi kesenjangan pembangunan antar wilayah dan kelompok sosial.

*) Mahasiswi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro

Dimuat di Beranda Masyarakat Ilmuwan dan Teknolog Indonesia (MITI)


Refrensi :

Bappeda Sulawesi Tengah.
Departemen Kelautan dan Perikanan. 2005. Daftar Pulau Terluar Indonesia. http://id.wikipedia .org/wiki/Daftar_pulau_terluar_Indonesia.

Retraubun, A. 2005, Pengelolaan Pulau-pulau Kecil. Direktorat Pemberdayaan Pulau-pulau Kecil, Direktorat Jenderal Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Departemen Kelautan dan Perikanan-RI. http://haluanmedia.com/kepri/berita-daerahkepri/meranti/2013/01/18/pulau-terluar-minta-perhatian-pusat.html