S ejauh ini kita mengenal biofuel sebagai salah satu alternatif sumber energi terbarukan yang sangat potensial. Namun ada permasalahan ...


Sejauh ini kita mengenal biofuel sebagai salah satu alternatif sumber energi terbarukan yang sangat potensial. Namun ada permasalahan besar dibalik pengembangannya. Produksi biofuel berpotensi menganggu pemenuhan kebutuhan pangan manusia.
Ketika nyaris 1 milyar penduduk bumi mengalami kelaparan, membuat bahan bakar dari tanaman pangan menjadi tidak manusiawi. Dunia masih membutuhkan jagung dan kedelai sebagai bahan makanan. Begitupun dengan sawit dan jarak, yang berebut prioritas penggunaan lahan dengan tanaman pangan.
Tidak salah jika para ilmuwan melirik alga sebagai biofuel alternatif. Biofuel dari alga atau kita sebut saja algafuel dianggap lebih hijau dan tidak menganggu produksi pangan dunia. Karena budidaya alga tidak harus di lahan pertanian subur. Bisa di gurun atau di wilayah perairan yang kondisinya buruk sekalipun.
Menariknya produktivitas alga jauh melampaui sumber-sumber biofuel lain. Sebagai perbandingan, untuk budidaya di atas lahan satu hektar selama satu tahun, jagung menghasilkan 172 liter biodisel, sawit menghasilkan 5.900 liter biodisel, dan alga menghasilkan 58.700 liter biodisel!
Apa itu alga? 
Alga bisa berwujud mahluk hidup bersel tunggal atau bersel banyak, hidupnya berkoloni dan dapat melakukan fotosintesis. Siklus hidupnya pendek sehingga cepat dikembangbiakan. Seperti tumbuhan lain, alga memerlukan air, CO2 dan sinar matahari untuk tumbuh dan berkembang. Alga juga menghasilkan oksigen dalam proses metabolismenya.
Salah satu jenis alga yang paling populer untuk biofuel adalah chorella, jenis dari ganggang hijau. Jenis ini sangat efektif karena ampasnya bisa digunakan sebagai bahan pangan. Jenis-jenis dari Botryococcus dan Dunaliella juga sering dipakai karena kandungan minyaknya yang tinggi.
Bagaimana alga dibudidayakan?
Alga bisa dibudidayakan dalam kolam air terbuka atau dalam photobioreactor tertutup. Nutrisi yang ium. Untuk mempercepat pertumbuhannya kadang diberikan juga silikon, zat besi dan klorida.biasanya dibutuhkan antara lain nitrogen, fosfor dan potas
Gambar
Sistem terbuka (foto: PNNL/flickr)
Keunggulan kolam air (sistem terbuka) adalah pembangunan kontruksinya relatif murah. Namun sistem ini rentan terhadap hama dan gangguan cuaca seperti curah hujan yang tinggi.
Sedangkan dengan photobioreactor (sistem tertutup) pembangunan infrastrukturnya cukup mahal. Namun sistem ini relatif aman dari gangguan hama dan curah hujan tinggi. Dan produktivitasnya lebih bisa diandalkan.
Baik dengan sistem terbuka maupun tertutup, proses pemanenannya bisa diatur secara batch atau kontinyu. Dengan sistem batch alga dipanen pada periode waktu tertentu. Setiap minggu atau bulan, tergantung siklus hidup jenis alga yang digunakan. Sedangkan dengan sistem kontinyu pemanenan bisa dilakukan setiap saat tergantung pada pengaturannya.
Ekstraksi minyak dari alga?
Gambar
Sistem tertutup
Ada tiga macam metode ekstraksi minyak pada alga. Pertama, metode fisik dengan tekanan (press). Dengan sistem ini minyak yang terkandung dalam alga bisa diambil sekitar 70-75%.
Kedua, metode kimiawi dengan larutan hexane. Alga dilarutkan dengan hexane. Sehingga minyak dalam alga akan terekstraksi dan bercampur dengan larutan hexane. Untuk memisahkannya dilakukan penyulingan. Metode ini bisa mengekstrak 95% kandungan minyak dalam alga.
Ketiga, supercritical fluid extraction. Metode ini menggunakan CO2 yang dipanaskan pada tekanan rendah sampai pada titik keseimbangan antara fasa cair dan gas. Kemudian digunakan sebagai pelarut minyak dalam alga. Metode ini sanggup mengekstraksi hingga 100% kandungan miyak dalam alga. Hanya saja biaya pemrosesannya lumayan mahal.
Pada prakteknya, ekstraksi minyak alga dilakukan dengan campuran metode-metode di atas. Hal ini terkait dengan efesiensi biaya.
Terbarukan dan Ramah Lingkungan
Sejauh ini biofuel dari alga dipandang sebagai alternatif yang paling ramah lingkungan. Parameternya adalah ekstraksi minyak dari alga tidak bersaing dengan pemenuhan kebutuhan manusia.
Pembudidayaan alga tidak membutuhkan pembukaan hutan atau lahan subur. Instalasi ladang alga bisa dilakukan di gurun pasir sekalipun. Kemudian air yang dibutuhkan untuk budidaya alga relatif hemat dan bisa didaur ulang.
Minus Kritik
Bisa dikatakan belum ada kritik yang serius mengenai dampak lingkungan dari pengembangan algafuel. Ada beberapa kritik minor seperti keamanan larutan kimia yang digunakan dalam proses produksinya. Ada juga yang mempertanyakan efektivitas biodisel yang dihasilkan untuk mesin-mesin kendaraan yang ada sekarang. Namun semua kritik yang ada tidak seserius dampak lingkungan yang diakibatkan produksi energi dari sumber-sumber lain. [an]

(Diolah dari berbagai sumber)

I ndonesia tetap mengimpor garam meskipun laut dan pantainya luas. Di Juni 2013, impor garam yang dilakukan Indonesia mencapai 112 ri...



Indonesia tetap mengimpor garam meskipun laut dan pantainya luas. Di Juni 2013, impor garam yang dilakukan Indonesia mencapai 112 ribu ton atau senilai US$ 5,6 juta. Selama enam bulan (Januari-Juni 2013), impor garam tercatat mencapai 923 ribu ton atau senilai US$ 43,1 juta.

Lalu dari mana garam itu berasal?

Berdasarkan data laporan Badan Pusat Statistik (BPS) yang dikutip detikFinance, Selasa (6/8/2013), garam impor banyak berasal dari negara-negara yang berlokasi tidak jauh dari Indonesia.

Pertama adalah Australia, yang merupakan pemasok garam terbesar untuk Indonesia. Pada Juni 2013, impor garam yang dilakukan Indonesia dari Australia mencapai 111 ribu ton atau US$ 5,4 juta.

Sementara, bulan sebelumnya (Mei 2013) garam impor yang masuk dari Australia adalah sebesar 98 ribu ton atau US$ 4,8 juta. Secara kumulatif (Januari-Juni 2013), impor garam dari Australia tercatat 733 ribu ton atau US$ 34,2 juta.

Kedua adalah India. Pada Juni 2013, India memang tidak memasok garam ke Indonesia. Namun untuk Mei 2013, garam impor dari India mencapai 47 ribu ton atau senilai US$ 1,97 juta. Jika diakumulasi pada semester I-2013, total impor garam dari India adalah 189 ribu ton atau US$ 7,89 juta.

Ketiga adalah Jerman dengan volume impor di Juni 2013 mencapai 34 ton atau US$ 119 ribu. Bulan-bulan sebelumnya, impor garam dari Jerman tidak terlalu berbeda jauh. Dalam enam bulan, impor garam dari Jerman mencapai mencapai 177 ton atau US$ 445 ribu.

Selanjutnya yang keempat adalah Selandia Baru. Impor garam dari Selandia Baru pada Juni 2013 mencapai 48 ton atau US$ 19 ribu. Sementara pada Mei 2013, garam impor dari Selandia Baru mencapai 480 ton atau US$ 194 ribu. Sementara pada periode Januari-Juni 2013, total impor garam dari Selandia Baru mencapai 816 ton atau US$ 325 ribu.

Terakhir adalah Singapura. Jumlah impor garam dari Singapura pada Juni 2013 mencapai 293 kg atau US$ 1.012. Selama Januari-Juni 2013, garam impor dari Singapura yang masuk mencapai 7,2 ton atau US$ 57 ribu. Selain itu ada kumpulan negara-negara lain dengan total impor garam selama Juni 25,3 ton atau US$ 4.370 dan semester I-2013 sebesar 663,9 ton atau US$ 142 ribu. [an]

Sumber: detikFinance