Call for Paper "Daulat Perikanan dan Kelautan Indonesia : Strategi Menatap ASEAN Economic Community 2015" Indonesia d...


Call for Paper


"Daulat Perikanan dan Kelautan Indonesia : Strategi Menatap ASEAN Economic Community 2015"

Indonesia dalam kurun waktu yang tidak lama lagi akan memberlakukan ASEAN Economic Community (AEC) atau Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) bersama 9 negara Asia Tenggara lainnya yang bertujuan untuk membentuk terwujudnya pasar tunggal dan basis produksi di negara-negara Asia Tenggara. Integrasi tersebut akan dicapai melalui aliran barang, jasa, investasi, tenaga kerja dan perpindahan modal secara lebih bebas.
Pembentukan kawasan perdagangan bebas ASEAN yang mulai diterapkan pada 1 Januari 2015 ini dilakukan dengan menghilangkan hambatan perdagangan baik hambatan tarif maupun hambatan non tarif bagi negara-negara anggota ASEAN melalui skema Common Effective Preferential Tariffs for ASEAN Free Trade Area (CEPT AFTA) yang saat ini telah diubah menjadi skema ASEAN Trade in Goods Agreement (ATIGA). Dalam skema CEPT ini, tingkat tarif bea masuk diturunkan sampai dengan 0-5% secara bertahap sejak tahun 2002, hambatan kuantitatif dan non-tarif pun turut serta dieliminasi. Sampai saat ini lebih dari 99% produk yang tercakup dalam ASEAN mempunyai tarif berkisar 0-5% termasuk produk-produk perikanan (Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan KKP, 2013).
Keberadaan komunitas ASEAN 2015 tidak hanya akan membawa peluang dan pemanfaatan tetapi juga permasalahan, hambatan dan tantangan bagi Indonesia di bidang ekonomi dan non ekonomi termasuk pada sektor perikanan dan kelautan.
Salah satu upaya untuk menjadikan sektor rill terutama bidang perikanan dan kelautan sebagai arus utama pembangunan adalah dengan melalui pewacanaan di media massa. Sangat sulit rasanya bagi kita untuk mendesain orientasi pembangunan agraris dan kemaritiman masyarakat Indonesia jika wacana publik untuk kepentingan tersebut tidak digagas secara komprehensif. Dukungan publikasi tulisan tentang masyarakat tani-nelayan atau isu-isu kemaritiman lainnya secara intensif sangat dibutuhkan untuk membangun kepedulian masyarakat Indonesia yang lebih besar dan serius terhadap sektor pembangunan perikanan dan kelautan.
Kajian Perikanan merupakan wadah untuk bertukar gagasan mengenai perikanan dan kelautan. Melalui pembuatan buku ini kami tak hendak bersolek dengan pengetahuan yang berderet catatan kaki, melainkan hanya ingin berkarya membangun gagasan dan kesadaran kolektif di ruang publik. Meski sederhana, semoga dapat menjadi penyejuk ditengah hiruk pikuk timbul dan tenggelamnya peradaban bangsa ini.

Salam Intelektual Kerakyatan!

Bidang Kajian (Sub tema) :
  •  Pembangunan Perikanan dan Kelautan Berkelanjutan
  • Pasca Panen dan Perdagangan
  • Pelaku Perikanan dan Kesejahteraan
Substansi
1.      Substansi tulisan merupakan gagasan atau hasil penelitian.
2.      Gagasan yang ditulis dapat berupa deskripsi, analisis, maupun sintesis fenomena-fenomena yang diangkat secara ilmiah serta didukung oleh refrensi ilmiah yang baik.

Ketentuan
1.      Peserta merupakan mahasiswa aktif D3/S1 perguruan tinggi negeri maupun swasta di Indonesia.
2.      Naskah merupakan karya sendiri, bukan hasil karya orang lain.
3.      Peserta boleh mengirimkan lebih dari 1 karya.
4.      Peserta mengirimkan naskah dalam bentuk Microsoft Word melalui email: kajianperikanan@gmail.com dengan format Nama Peserta_Universitas_JudulTulisan paling lambat 30 Mei 2014. Konfirmasi pengiriman naskah tulisan melalui sms ke nomor (085777356711).
5.      Naskah yang telah dikirimkan menjadi hak milik dan hak publikasi panitia, sedangkan hak cipta tetap pada Penulis.
6.      Naskah terpilih akan dibukukan.
7.      Panjang naskah 7-10 halaman (tidak termasuk daftar pustaka dan biodata penulis).
8.      Naskah diketik menggunakan huruf Time News Roman, 12 pt, spasi 1.5, margin 4,3,3,3 cm, kertas A4, rata kanan-kiri (justify)
9.      Sistematika penulisan :
-          Judul paper
-          Nama penuls (tanpa identitas perguruan tinggi)
-          Pendahuluan
-          Isi (gunakan sub judul)
-          Penutup
-          Daftar Pustaka
-          Lampiran biodata penulis
10. Peserta yang tulisannya dibukukan akan diberikan Buku Kajian Perikanan.

Kontak kami:
Jika ada pertanyaan atau membutuhkan informasi lebih lanjut dapat menghubungi:
Mohammad Ali Fatha Seknun: 085643681836
Andhika Rakhmanda: 085777356711
Himawan Akhmadin Saputra: 085729270192
Orang yang menulis dengan kritis, tidak kalah perjuangannya dengan mereka yang bergerilya di bawah tanah. Ali Syari’ati
Download: Panduan Penulisan Naskah

Oleh: Sandra Agustina* Pendahuluan Pencemaran merupakan salah satu faktor penting penyebab kerusakan lingkungan. Pencemaran lingk...

Oleh: Sandra Agustina*


Pendahuluan
Pencemaran merupakan salah satu faktor penting penyebab kerusakan lingkungan. Pencemaran lingkungan adalah berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau proses alam, sehingga kualitas lingkungan turun sampai tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukkannya (Sunu, 2001). Pencemaran lingkungan meliputi pencemaran air, tanah dan udara. Berdasarkan definisi Fardiaz dalam Monoarfa (2002) bahwa pencemaran air adalah penyimpangan sifat-sifat air dari keadaan normal, dengan demikian perairan yang sudah tidak lagi berfungsi secara normal dapat dikategorikan sebagai perairan tercemar.
Kerusakan lingkungan perairan dapat disebabkan tertimbunnya limbah dari kegiatan  pertanian, peternakan maupun industrialisasi. Limbah-limbah industri yang mengandung logam berat misalnya tidak dapat dengan mudah didegradasi sehingga berdampak pada pencemaran lingkungan. Tak terkecuali logam berat yang dibuang ke sungai. Sungai adalah salah satu sumber daya perairan yang sangat penting. Peningkatan aktifitas manusia, seperti bidang perindustrian maupun limbah rumah tangga yang dibuang ke sungai menyebabkan terjadinya degradasi kualitas perairan sungai. Logam berat akan mencemari perairan dan seluruh aspek yang memanfaatkan perairan tersebut.
Bakau atau mangrove adalah salah satu tanaman yang mampu beradaptasi dengan baik dalam lingkungan air, bahkan air payau maupun asin. Endapan yang dihanyutkan oleh air dari daratan merupakan substrat tempat tumbuh yang sangat cocok bagi tanaman ini. Sebuah studi mengenai efek dari pembuangan limbah pada komunitas mangrove di Darwin Australia mengatakan bahwa pohon mangrove memiliki kapasitas tinggi untuk menerima muatan limbah tanpa menderita kerusakan pada pertumbuhan mereka.
Penelitian mengenai Mangrove Sebagai Pengendali Pencemar Logam Berat sudah banyak dilakukan. Namun informasi dan pengetahuan tentang penelitian ini masih belum banyak diketahui oleh masyarakat luas. Oleh karena itu, diharapkan dari makalah ini dapat memberikan pengetahuan dan informasi mengenai Mangrove Sebagai Pengendali Pencemar Logam Berat.
Mangrove
Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis dan subtropis, yang didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur (Thampanya, et al., 2002). Bakau atau mangrove adalah salah satu tanaman yang mampu beradaptasi dengan baik dalam lingkungan air, bahkan air payau maupun asin. Endapan yang dihanyutkan oleh air dari daratan merupakan substrat tempat tumbuh yang sangat cocok bagi tanaman ini. Kemampuan berbagai spesies bakau beradaptasi dengan lingkungan basah berbeda-beda. Di endapan lumpur yang terendam secara permanen hanya spesies Rhizopora Mucronata yang mampu hidup. Diendapan yang terendam secara periodik ketika air pasang ukuran menengah, spesies yang mendominasi adalah Avicennia sp., Soneratia griffithii dan Rhizopora (di pinggiran air). Di endapan yang dibanjiri oleh air pasang besar normal, semua spesies dapat hidup tetapi yang mendominasi adalah Rhizopora. Di lahan oleh air pasang bulan purnama atau bulan gelap, spesies yang utama adalah Bruguiera gymnorphyza dan Bruguiera cylindrica, Ceriops sp. Sementara di lahan yang hanya dibanjiri oleh air pasang ekuinoks atau air pasang yang tinggi sekali ketika bersamaan dengan banjir dari hulu, spesies Bruguiera gymnophora dominan, dan disertai oleh Rhizopora apiculata dan Xylocarpus granatum (Knox 2001 cit Khiatudin 2003).
Beberapa mekanisme fisiologis yang terjadi pada tanaman bakau menjelaskan kemampuan adaptasi tanaman ini antara lain:
  1. Pembatasan penyerapan garam ke dalam sel akar serta percepatan pengeluaran garam melalui kelenjar di daun. Tanaman ini juga mampu mengakumulasi garam dari kulit batang yang mati dan daun yang hampir rontok.
  2. Kemampuan hidup dalam endapan lumpur yang bersifat anaerob berkat adanya akar yang berada di atas permukaan tanah atau air dan mampu menyerap oksigen.
  3. Sistem reproduksi yang memungkinkan biji tumbuh ketika masih berada di pohon induk.
Pencemaran Perairan
Dalam bahasa sehari-hari, pencemaran lingkungan dipahami sebagai sesuatu kejadian lingkungan yang tidak diinginkan, menimbulkan gangguan atau kerusakan lingkungan bahkan gangguan kesehatan sampai kematian. Sedangkan pencemaran atau polusi air adalah penyimpangan sifat-sifat air dari keadaan normal, bukan dari kemurniannya. Air yg tidak terpolusi tidak selalu merupakan air murni. Tapi adalah air yg tidak mengandung bahan-bahan asing tertentu dalam jumlah melebihi batas yg ditetapkan sehingga air tersebut dapat digunakan secara normal untuk keperluan tertentu (Fardiaz, 1992).
Pencemaran air diakibatkan oleh masuknya bahan pencemar yang dapat berupa gas, bahan-bahan terlarut dan partikulat. Pencemar memasuki badan air dengan berbagai cara, baik itu melalui atmosfir, tanah, limpasan pertanian, limbah domestik dan perkotaan, pembuangan limbah industri dan lain-lain. Berdasarkan sifat toksiknya, polutan dibedakan menjadi dua yaitu polutan non-toksik dan polutan toksik (Effendi, 2003).
Polutan Non-toksik
Polutan ini biasanya telah berada pada ekosistem secara alami. Sifat destruktif pencemar ini muncul apabila berada dalam jumlah yang berlebihan sehingga dapat mengganggu kesetimbangan ekosistem melalui perubahan proses fisika – kimia perairan.
Polutan toksik
Polutan toksik ini biasanya berupa bahan-bahan yang bukan bahan alami, misalnya pestisida, detergen dan bahan artificial lainnya termasuk logam (Pb, Cd, Hg), anion, asam dan alkali. Kesemua bahan pencemar tersebut akan memengaruhi kualitas air di suatu perairan.
Masuknya bahan-bahan pencemar tidak hanya berasal dari bahan organik tetapi juga dari bahan anorganik yang bersifat toksik (beracun). Masuknya bahan-bahan tersebut ke dalam ekosistem perairan akan menimbulkan perubahan yang dapat mempengaruhi kelangsungan jidup biota yang ada didalamnya. Perubahn ini juga mempengaruhi fungsi dan kegunaan air menjadi tidak sesuai lagi dengan peruntukan semula.
Logam Berat
Logam berat adalah unsur-unsur kimia dengan bobot jenis lebih besar dari 5 gr/cm3. Bila kadar logam berat yang terlalu rendah disuatu perairan dapat menyebabkan kehidupan organisme mengalami defisiensi, namun bila unsur logam berat dalam jumlah yang berlebihan dapat bersifat racun. Salah satu sifat logam berat yaitu sulit didegradasi, sehingga mudah terakumulasi dalam lingkungan perairan dan keberadaannya secara alami sulit terurai (dihilangkan), dapat terakumulasi dalam organisme termasuk kerang dan ikan, dan akan membahayakan kesehatan manusia yang mengkomsumsi organisme tersebut. Mudah terakumulasi di sedimen, sehingga konsentrasinya selalu lebih tinggi dari konsentrasi logam dalam air. Disamping itu sedimen mudah tersuspensi karena pergerakan masa air yang akan melarutkan kembali logam yang dikandungnya ke dalam air, sehingga sedimen menjadi sumber pencemar potensial dalam skala waktu tertentu (Sutamihardja dkk, 1982).
Bila bahan pencemar masuk ke dalam lingkungan laut, maka bahan pencemar ini akan mengalami tiga macam proses akumulasi (Hutagalung, 1991), yaitu proses fisik, kimia dan biologis.

Effendi (2000), menyatakan bahan pencemar memasuki badan air melalui berbagai cara seperti pembuangan limbah oleh industri, pertanian, domestik dan perkotaan, dan lain-lain. Palar (2004) dalam Rohmawati (2007), juga menjelaskan logam-logam lingkungan perairan umumnya berada dalam bentuk ion. Ion-ion tersebut ada yang berupa ion bebas, pasangan ion organik, ion-ion kompleks dan bentuk-bentuk ion lainnya. Umumnya logam-logam yang terdapat dalam tanah dan perairan dalam bentuk persenyawaan, seperti senyawa hidroksida, senyawa oksida, senyawa karbonat dan senyawa sulfida. Senyawa-senyawa itu sangat mudah larut dalam air.
Logam berat yang berbahaya dan sering mengkontaminasi lingkungan diantaranya merkuri (Hg), timbal (Pb), arsenic (As), cadmium (Cd), kromium (Cr), Nikel (Ni) dan Tembaga (Cu). Sebagian logam berat seperti timbal (Pb), kadmium (Cd), dan merkuri (Hg) merupakan zat pencemar yang berbahaya. Berdasarkan sifat kimia dan fisikanya, maka tingkat atau daya racun logam berat terhadap hewan air dapat diurutkan (dari tinggi ke rendah) sebagai berikut merkuri (Hg), kadmium (Cd), seng (Zn), timah hitam (Pb), krom (Cr), nikel (Ni), dan kobalt (Co) (Sutamihardja dkk, 1982). Logam berat seperti Pb dan Cd termasuk kedalam golongan logam berat yang berbahaya dan dapat masuk ke dalam tubuh melalui saluran pernafasan dan pencernaan (Darmono, 1995). Keracunan logam berat Pb dan Cd dapat menyebabkan keracunan yang akut dan kronis.
Tingginya kandungan logam berat di suatu perairan dapat menyebabkan kontaminasi, akumulasi bahkan pencemaran terhadap lingkungan seperti biota, sedimen, air dan sebagainya (Lu, 1995). Berdasarkan kegunaannya, logam berat dapat dibedakan atas dua golongan, yaitu (Laws, 1981):
  1. Golongan yang dalam konsentrasi tertentu berfungsi sebagai mikronutrien yang bermanfaat bagi kehidupan organisme perairan, seperti Zn, Fe, Cu, Co.
  2. Golongan yang sama sekali belum diketahui manfaatnya bagi organisme perairan, seperti Hg, Cd, dan Pb.
Timbal pada perairan ditemukan dalam bentuk terlarut dan tersuspensi. Perairan tawar alami biasanya memiliki kadar timbal 0,05 mg/liter. Pada perairan laut kadar timbal sekitar 0,025 mg/liter (Effendi, 2003). Timbal tidak termasuk unsur yang esensial bagi makhluk hidup, bahkan cenderung bersifat toksik bagi hewan dan manusia karena dapat terakumulasi pada tulang. Logam Pb lebih tersebar luas dibanding kebanyakan logam toksik lainnya dan secara alamiah terdapat pada batu-batuan serta lapisan kerak bumi. Timbal banyak digunakan dalam industri misalnya sebagai zat tambahan bahan bakar, pigmen timbal dalam cat yang merupakan penyebab utama peningkatan kadar Pb di lingkungan (Lu, 1995). Sumber timbal lainnya juga bisa berasal dari kendaraan yang menggunakan bahan bakar bertimbal dan juga dari biji logam hasil pertambangan, peleburan, pabrik pembuatan timbal atau recycling industri, debu, tanah, cat, mainan, perhiasan, air minum, permen, keramik, obat tradisional dan kosmetik (Marchand, et al., 2011).
Tembaga merupakan logam berat yang dijumpai pada perairan alami dan merupakan unsur yang esensial bagi tumbuhan dan hewan, akan tetapi akan bersifat racun terhadap semua tumbuhan pada konsentrasi larutan diatas 0.1 ppm  (Palar, 1994). Pada perairan alami, kadar tembaga biasanya, 0.02 mg/liter (Effendi, 2003). Cu merupakan logam essensial yang jika berada dalam kosentrasi rendah dapat merangsang pertumbuhan organisme sedangkan dalam konsetrasi yang tinggi dapat menjadi penghambat. Logam Cu yang masuk ke dalam tatanan lingkungan perairan dapat terjadi secara alamiah maupun sebagai efek samping dari kegiatan manusia. Secara alamiah Cu masuk kedalam perairan dari peristiwa erosi, pengikisan batuan ataupun dari atmosfer yang dibawa turun oleh air hujan. Sedangkan dari  aktifitas manusia seperti kegiatan industri, pertambangan Cu, maupun industri galangan kapal beserta kegiatan dipelabuhan merupakan salah satu jalur yang mempercepat terjadinya peningkatan kelarutan Cu dalam perairan (Palar, 1994).
Penyerapan Logam Berat Oleh Mangrove
Mangrove berperan sebagai penampungan terakhir bagi limbah dari aktivitas perkotaan yang terbawa oleh aliran sungai ke muara sungai (Mulyadi, 2009). Limbah padat dan cair yang terlarut dalam air sungai terbawa arus menuju muara sungai dan laut lepas. Kawasan hutan mangrove akan menjadi daerah penumpukan limbah, terutama jika polutan yang masuk ke dalam lingkungan estuari melampaui kemampuan pemurnian alami oleh air. Mangrove merupakan tumbuhan tingkat tinggi di kawasan pantai yang dapat berfungsi untuk menyerap bahan-bahan organik dan non-organik sehingga dapat dijadikan bioindikator logam berat (MacFarlane, et al.,2000). Mangrove memiliki kemampuan untuk menyerap dan menyimpan logam berat dalam jaringan tubuh sepeti daun, batang dan akar yang terbawa di dalam sedimen, sebagian sumber hara tersebut dibutuhkan untuk melakukan proses-proses metabolisme.
Logam berat yang masuk ke dalam lingkungan perairan akan mengalami pengendapan, pengenceran dan dispersi, kemudian diserap oleh organisme yang hidup di perairan tersebut (Defew, et al., 2004). Sebuah studi mengenai efek dari pembuangan limbah pada komunitas mangrove di Darwin Australia mengatakan bahwa pohon mangrove memiliki kapasitas tinggi untuk menerima muatan limbah tanpa menderita kerusakan pada pertumbuhan mereka. Nora F.Y Tam dan Yuk Shan Wong telah melakukan penelitian mengenai akumulasi dan distribusi logam berat pada mangrove yang hasilnya menyatakan bahwa kandungan logam berat lebih banyak ditemukan di perakaran. Baik dalam sedimen maupun tanaman, konsentrasi logam berat meningkat sesuai peningkatan jumlah air dari pembuangan. Kemampuan untuk menahan logam berat tergantung dari usia tanaman dan produksi biomassa (Tam et al, 1997).
Penyerapan hara tanaman dipengaruhi olee konsentrasi larutan, valensi umur, temperatur dan tingkat metabolismenya. Selain itu kecepatan penyerapan unsur juga dipengaruhi oleh tebal lapisan kutikula dan status hara dalam tanaman (Rosmarkam, 2002). Kecepatan penyerapan unsur umumnya menurun dengan bertambahnya umur tanaman dan pada saat suhu rendah maka kemampuan penyerapan unsure hara oleh tumbuhan juga akan menurun karena metabolisme tumbuhan berjalan lebih lambat.
Mangrove jenis Avicennia marina, Rhizophora mucronata, dan Bruguiera gymnorrhiza dapat menyerap logam berat dengan efektif. Namun spesies Avicennia diperkirakan memiliki ketahanan yang lebih tinggi terhadap beberapa kandungan logam dibanding spesies mangrove yang lain.  Avicennia marina ditemukan mengakumulasi Cu, Pb dan Zn dalam jaringan akar dengan level yang sama ataupun lebih tinggi dari konsentrasi sedimen di sekitarnya. Cu dan Zn menunjukkan pergerakan di seluruh bagian tanaman, terakumulasi di jaringan daun dengan level kurang lebih 10% dari akar. Dapat dikatakan bahwa akar dari Avicennia marina inilah yang berfungsi sebagai indikator biologi terhadap paparan Cu, Pb dan Zn di lingkungan (MacFarlane, 2003).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Deri (2013) di ketahui bahwa tumbuhan Avicennia marina mampu mengakumulasi logam berat timbal (Pb) pada bagian akar. Amin (2001), mengemukakan bahwa logam-logam akan terserap oleh akar bersama-sama dengan nutrien lain yang kemudian di edarkan ke bagian lain. Logam berat yang terserap seperti Cu dan Pb akan terakumulasi pada organ akar dan juga dibagian daun, baik daun muda maupun daun tua. Dari penelitian Deri (2013) dapat diketahui bahwa jumlah kadar logam berat timbal (Pb) di akar dan kolom air menunjukkan perbedaan yang signifikan dimana jumlah akumulasi logam berat timbal (Pb) pada akar mangrove Avicennia marina lebih besar di bandingkan pada air yang berada di sekitar area mangrove. Kadar timbal (Pb) di perairan berkisar antara 0,001×10-3 – 0,092×10-3 mg/L sedangkan kisaran kadar logam berat timbale (Pb) pada akar mangrove adalah 0,005 – 0,023 mg/L. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Mulyadi rata-rata kandungan tembaga (Cu) dalam sedimen  adalah 3.186 mg/lt sedangkan rata-rata kandungan tembaga (Cu) di dalam akar pohon api-api adalah 5,602 mg/lt. Hal ini menunjukkan bahwa tumbuhanAvicennia marina mempunyai kemampuan dalam menyerap logam berat dari lingkungan perairan.
Berdasarkan Kepmen LH No. 51 tahun 2004 kisaran nilai pencemaran logam berat timbal (Pb) dan tembaga (Cu) untuk air laut tersebut termasuk kedalam tingkat pencemaran polusi berat karena kandungan logam berat Pb telah melebihi ambang batas kandungan logam berat alamiah di perairan laut yaitu 0,008 mg/L. Menurut Darmono (2001) dalam Rohmawati (2007), suatu perairan dikatakan memiliki tingkat polusi berat jika kandungan logam berat dalam air dan organisme yang hidup di dalamnya cukup tinggi. Pada tingkat polusi sedang, kandungan logam berat dalam air dan biota yang hidup di dalamnya berada dalam batas marjinal. Sedangkan pada tingkat nonpolusi, kandungan logam berat dalam air dan organisme yang hidup di dalamnya sangat rendah, bahkan tidak terdeteksi. Baku mutu beberapa logam berat dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Baku mutu logam berat
Unsur
Baku Mutu
Timbal (Pb)
0,008 mg/lt1
Tembaga (Cu)
0,008 mg/lt1
Seng (Zn)
0,05 mg/lt2
Kadmium (Cd)
0,01 mg/lt3
Sumber : (1) Kepmen LH no. 51 tahun 2004 (2) Permen nomor  82 tahun 2001 (3) Waldichuk, 1974.
Mekanisme penanggulangan sifat toksik dari logam berat pada pohon api-api (Avicennia marina)
Akar pohon api-api (Avicennia marina) dapat mengakumulasi logam berat diantaranya yaitu timbal dan tembaga (Cu). Selain akumulasi, pohon api-api (Avicennia marina) juga memiliki upaya penanggulangan toksik diantaranya yaitu dengan melemahkan efek racun melalui pengenceran (dilusi). Avicennia marina menyimpan banyak air untuk mengencerkan konsentrasi logam berat dalam jaringan tubuhnya sehingga mengurangi toksisitas logam tersebut. Pengenceran dengan penyimpanan air di dalam jaringan biasanya terjadi pada daun dan diikuti dengan terjadinya penebalan daun (sukulensi). Ekskresi juga merupakan upaya yang mungkin terjadi, yaitu dengan menyimpan materi toksik logam berat di dalam jaringan yang sudah tua seperti daun yang sudah tua dan kulit batang yang mudah mengelupas, sehingga dapat mengurangi konsentrasi logam berat di dalam tubuhnya.
Metabolisme atau transformasi secara biologis (biotransformasi) logam berat dapat mengurangi toksisitas logam berat. Logam berat yang masuk ke dalam tubuh akan mengalami pengikatan dan penurunan daya racun, karena diolah menjadi bentuk-bentuk persenyawaan yang lebih sederhana. Menurut Darmono (1995), proses ini dibantu dengan aktivitas enzim yang mengatur dan mempercepat jalannya proses tersebut (Rini, 1999).
Penutup
Mangrove dapat menyerap logam berat dari perairan. Akumulasi logam berat paling besar berada pada bagian akar, dan selebihnya tersebar pada jaringan daun, batang, bunga dan buah. Kandungan timbal (Pb) yang terakumulasi dalam pohon api-api (Avicennia marina) adalah 0,005 – 0,023 mg/L sedangkan kadar tembaga (Cu) adalah 5,602 mg/lt.
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai efek atau dampak yang ditimbulkan oleh logam berat dalam konsentrasi besar yang terakumulasi dalam tubuh mangrove terhadap kehidupan mangrove tersebut.

*Mahasiswa Program Studi Manajemen Sumberdaya Perikanan Universitas Gadjah Mada
Daftar Pustaka
Amin, Bintal. 2001. Akumulasi dan Distribusi Logam Berat Pb dan Cu pada Mangrove Avicennia marina di Perairan Pantai Dumai, Riau, 85 hal.
Darmono. 1995. Logam dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup. Penerbit UI Press. Jakarta.
Defew, L. H.., M.M. James, and M.G. Hector. 2004. An Assessment of Metal Contamination in Mangrove Sediments and Leaves from Punta Mala Bay, Pacific Panama. Marine Pollution Bulletin. 50: 547-552.
Deri, Emiyarti dan Afu, La Ode Alirman. 2013. Kadar Logam Berat Timbal (Pb) pada Akar Mangrove Avicennia marina di Perairan Teluk Kendari. Jurnal Mina Laut Indonesia vol. 01 no. 01. Hal 38-48.
Effendi, H. 2000. Telaah Kualitas Air. Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan. IPB. Bogor, 258 hal.
Effendi, Hefni. 2003.Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya Lingkungan Perairan. PT.Kanisius : Yogjakarta.
Fardiaz, S. 1992. Polusi Air dan Udara. PT.Kanisius : Yogyakarta.
Hutagalung, H. P. 1991. Pencemaran Laut oleh Logam Berat. dalam Status Pencemaran Laut di Indonesia dan Teknik Pemantauannya. P30-LIPI. Jakarta.
Khiatuddin, Maulida. 2003. Melestarikan Sumber Daya Air dengan Teknologi Rawa Buatan. Gadjah Mada University Press : Yogyakarta.
Laws EA. 1981. Aquatic pollution. John Willey and Sons. New York.
Lu FC. 1995. Toksikologi Dasar. UI-Presss, Jakarta.
MacFarlane,G.R. 2003. Accumulation And Distribution of Heavy Metal In The Grey Mangrove Avicennia marina. Marine Pollution Bulletin Vol 39 : 179-186.
MacFarlane, G.R., M.D. Burchett. 2000. Cellular Distribution of Copper, Lead and Zinc in the Grey Mangrove, Avicennia marina (Forsk.)Vierh. Aquatic Botany 68: 45–59.
Marchand, C., M. Allenbach, E. Lallier-Vergès, 2011. Relationships between heavy metals distribution and organic matter cycling in mangrove sediments (Conception Bay, New Caledonia). Geoderma, 160: 444–456.
Monoarfa, Winarni. 2002. Dampak Pembangunan Bagi Kualitas Air di Kawasan Pesisir Pantai Losari Makasar. Jurnal Science & Teknologi. Vol 3 No.3 : 37-44.
Mulyadi, E., Laksmono. R., Aprianti. D., 2009. Fungsi Mangrove Sebagai Pengendali Pencemar Logam Berat. Jurnal Ilmiah Teknik Lingkungan, 1:33-40.
Palar H. 2004. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Rineka Cipta. Jakarta.
Rini, D. S. 1999. Analisis Kandungan Logam Berat Tembaga (Cu) dan Kadmium (Cd) dalam Pohon Api-api (Avicennia marina) di Perairan Estuari Pantai Timur Surabaya. Skripsi Mahasisiwi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Airlangga, Surabaya.
Rohmawati, 2007. Daya Akumulasi Tumbuhan Avicennia marina Terhadap Logam Berat (Cu, Cd, Hg) di Pantai Kenjeran Surabaya. Skripsi Jurusan Biologi Fakultas Sains Dan Biologi. Universitas Islam Negeri Malang. 53 hal.
Rosmarkam, Afandie dan Yuwono, Nasih Widya. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. Kanisius. Yogyakarta.
Sunu, Pramudya. 2001. Melindungi Lingkungan dengan Menerapkan ISO 14001. PT. Gramedia Widiasarana Indonesia : Jakarta.
Tam , N F Y. 1997. Normalisation and Heavy Metal Contamination in Mangrove Sediment. The Science of The Total Environment Vol 216 : 33-39.
Thampanya, U., J. E. Vermaat., J. Terrados. 2002. The Effect of Increasing Sediment Accretion on the Seedlings of Three Common Thai Mangrove Species. Aquatic Botany, 74: 315–325.

P rogram Sistem  Logistik Ikan Nasional (SLIN) telah dicanangkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan pada tahun 2012, dan menginjak ta...

Program Sistem  Logistik Ikan Nasional (SLIN) telah dicanangkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan pada tahun 2012, dan menginjak tahun 2013 lalu telah memasuki tahap implementasi. Sebagaimana dijelaskan oleh  Dirjen P2HP pada beberapa kesempatan, program SLIN digulirkan sebagai salah satu upaya untuk mendukung ketahanan pangan nasional. Pasalnya, selama ini permasalahan distribusi ikan dari sentra produksi yang terletak di wilayah timur ke sentra-sentra pasar  di wilayah barat  belum optimal dan kurang terpadu. Sedangkan di sisi lain kontuinitas pasokan sangat diperlukan sebagai kebutuhan konsumsi dan industri pengolahan perikanan. Untuk itu SLIN dapat memberikan jaminan terhadap ketersediaan, stabilitas harga, ketahanan pangan serta mendo­rong pertumbuhan industri peng­olahan dan pertumbuhan ekonomi masyarakat.

Ilustrasi SLIN KKP
Dalam rangka  mengatur penyelenggaraan SLIN,  pada tanggal 24 Januari  2014 telah ditetapkan  Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 5 Tahun 2014  tentang Sistem Logistik Ikan Nasional (SLIN). Pada Permen ini disebutkan bahwa SLIN merupakan sistem menajemen rantai pasokan ikan dan produk perikanan, bahan dan alat produksi, serta informasi sebagai suatu kesatuan kebijakan  untuk meningkatkan kapasitas dan stabilitas sistem produksi perikanan hulu-hilir, pengendalian harga serta untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri.  Dalam Permen ini juga disebutkan peran dari pemerintah pusat, pemerintah daerah dan para pelaku usaha dalam pelaksanaan program SLIN. Pelaku usaha disini mempunyai peran penting yaitu  sebagai pelaku produksi dan penyedia jasa dalam SLIN sesuai dengan bidang usahanya.
Satu lagi yang menjadi harapan pemerintah  dalam pembenahan logistik perikanan ini yaitu dapat menekan impor bahan baku untuk industri pengolahan ikan. Bila hal ini tercapai, maka jelas  kedaulatan, kemandirian, dan ketahanan pangan nasional dapat terwujud.
Sumber: Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan KKP