Sejumlah mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada menggelar aksi simpatik dalam rangka peringatan Hari Nelayan Nasional di ...

Kelembagaan Ekonomi Nelayan Perlu Didorong Dalam Menghadapi AEC


Sejumlah mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada menggelar aksi simpatik dalam rangka peringatan Hari Nelayan Nasional di Bundaran UGM, Yogyakarta, Minggu (6/4/14). Mereka mendesak pemerintah untuk membuat kebijakan yang berpihak dan menyejahterakan pelaku perikanan Indonesia khsususnya nelayan dalam menghadapi ASEAN Economic Community 2015 | KAJIAN PERIKANAN

YOGYAKARTA – Indonesia dalam kurun waktu yang tidak lama lagi akan memberlakukan ASEAN Economic Community (AEC) bersama 9 negara Asia Tenggara lainnya. Tujuannya untuk membentuk terwujudnya pasar tunggal dan basis produksi di negara-negara Asia Tenggara. Integrasi tersebut akan dicapai melalui aliran barang, jasa, investasi, tenaga kerja dan perpindahan modal secara lebih bebas.
Hal ini banyak memunculkan keraguan dari berbagai kalangan mengingat pembentukan kawasan perdagangan bebas ASEAN yang mulai diterapkan pada 1 Januari 2015 ini akan menghilangkan hambatan perdagangan baik hambatan tarif maupun non tarif. Sampai saat ini lebih dari 99% produk yang tercakup dalam ASEAN mempunyai tarif berkisar 0-5% termasuk produk-produk perikanan.
Berkaitan dengan hal tersebut, Dewan Mahasiswa bekerjasama dengan Keluarga Mahasiswa Ilmu Perikanan (KMIP) dan Kelompok Studi Klinik Agromina Bahari (KAB) Fakultas Pertanian UGM mengadakan Diskusi Publik, Menelisik Kesiapan Sektor Perikanan dalam Menghadapi AEC 2015, di Fakultas Pertanian, Selasa (1/4). Diskusi yang menghadirkan Suadi, Ph.D, dosen Jurusan Perikanan UGM, Suwarman Partosuwiryo, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan D.I. Yogyakarta, serta Andhika Rakhmanda, mahasiswa Jurusan Perikanan UGM sebagai pembicara ini merupakan langkah awal dalam mempertemukan akademisi, pemerintah, dan mahasiswa untuk bersama-sama menyusun tindakan yang harus segera disiapkan dan dilakukan dalam menghadapi AEC 2015.
Suadi menuturkan bahwa keberadaan komunitas ASEAN 2015 tidak hanya akan membawa peluang dan pemanfaatan tetapi juga hambatan dan tantangan bagi Indonesia di bidang ekonomi dan non ekonomi termasuk pada sektor perikanan dan kelautan. “Saat ini kita merupakan salah satu negara pengekspor komoditas perikanan terbesar seperti udang dan tuna, hanya memang yang di ekspor masih sebatas bahan baku yang belum diolah,” ungkapnya.
Sementara Andhika Rakhmanda menilai permasalahan utama adalah peningkatan angka produksi perikanan yang tidak diikuti dengan manfaat yang dirasakan langsung oleh para pelaku perikanan, khususnya nelayan.
Andhika menjelaskan bahwa dengan bobot ukuran kapal dan hasil tangkapan yang berbeda, pendapatan nelayan buruh di Pelabuhan Sadeng, Gunung Kidul DIY; Pelabuhan Prigi, Trenggalek Jawa Timur; dan Pelabuhan Juwana Pati, Jawa Tengah berada pada kisaran yang hampir sama yakni 700 ribu – 1 juta per sekali trip. Artinya peningkatan produktivitas hasil tangkapan belum tentu berbanding lurus dengan meningkatnya pendapatan nelayan buruh, hal demikian dikarenakan sistem bagi hasil antara juragan (pemilik kapal) dan nelayan buruh yang diskriminatif.
“Itu rata-rata penghasilan ketika panen musim ikan, bagaimana jika tidak musim dan tidak melaut? Nelayan akan berhutang kepada juragan untuk menutupi kebutuhannya. Saat ini nelayan buruh adalah kelompok yang paling rentan di kalangan masyarakat pesisir. Kita perlu mendorong kelembagaan ekonomi alternatif bagi nelayan sebagai katup pengaman mereka dalam memenuhi kebutuhan-kebuhannya,” terang Andhika.

Diskusi Publik Fakultas Pertanian UGM, Selasa (1/4)
Dalam kesempatan yang sama, Suwarman mengakui, kurangnya penyuluh khususnya pada perikanan tangkap menjadi kendala dalam penerapan program-program atau bantuan pemerintah. Namun beliau menghimbau agar kita perlu membangun sikap optimis dalam membangun sektor perikanan dan kelautan Indonesia. Usaha perikanan saat ini masih menjadi sektor yang sangat potensial untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan PAD ataupun PDB. Kementrian Kelautan dan Perikanan telah menetapkan arah kebijakan dan strategi pembangunan perikanan dan kelautan melalui Industrialisasi Perikanan yang dalam pelaksanaannya memerlukan dukungan berbagai instansi dan stakeholder terkait. Lebih lanjut, Suwarman juga mengundang mahasiswa untuk turut berperan dalam mendukung kemajuan sektor perikanan dan kelautan sesuai dengan visi DIY “Among Tani Dagang Layar” yang digagas Sri Sultan Hamengkubuwono X. [Dila]

0 komentar: